Oleh Pastor Vincentius Triatmodjo, Pr.
Langsung dari Paris, 1 Nopember 2013;
Spesial untuk para peserta MUSKADA
KAPAL 2013.
Seberapa dahsyatnya pemanfaatan lagu-lagu dalam
berbagai kegiatan OMK?
Mau tak mau saya harus bercerita
tentang pengalaman. Sebab kedahsyatan lagu itu tidak bisa dibayangkan, harus
dirasakan terlebih dahulu baru bisa diceritakan. Sederhananya saya akan
mengatakan bahwa lagu bisa menghipnotis suatu kerumunan orang baik dalam jumlah
kecil, apalagi dalam jumlah besar. Tentu saja terkait kekuatan lagu sendiri dan
moment yang pas kapan harus dilakukan.
theme song
Pengalaman yang pertama adalah
pengalaman kita semua dalam seluruh kegiatan kita selama ini. Kita merasakan
bagaimana efektifnya kekuatan theme song dalam tiap kegiatan, apalagi bila
lagunya sudah dihafal dan iringan musiknya sudah disiapkan dengan baik,
ditambah pula dengan gerakan-gerakan yang menarik. Saya kira, mau sebagian
besar kegiatan hanya diisi dengan theme song peserta pasti tetap mau dan
senang. Tapi tentu saja itu bukan prioritas, maka bagaimanapun theme song hanya
untuk penyemangat dan selingan di antara kegiatan pokok. Suatu kegiatan tanpa
theme song pasti akan terasa hambar.
dari ayat kitab suci
Pengalaman yang kedua saya dapatkan
dari sebuah Group Band Rohani OMK Paris. Namanya GLORIEUX yang artinya
kemuliaan. Yang menarik, mereka sendiri pencipta semua lagunya dan diambil dari
ayat-ayat Kitab Suci baik dari Perjanjian Lama (terutama Masmur, Amsal dan
Kitab Kebijaksanaan) maupun Perjanjian Baru (terutama Surat-surat Santo
Paulus). Group band ini cukup terkenal dan pernah duduk di peringkat atas di
antara Group band (baik yang profan maupun rohani). Mereka berkeliling ke
paroki-paroki mengadakan konser secara gratis untuk amal atau untuk mendukung
pertemuan-pertemuan OMK. Penghasilan mereka dari penjualan VCD saja atau konser
ke Negara lain atau di luar kegiatan rohani OMK.
Saya pernah mengikuti ziarah rohani
untuk Minggu Palma untuk OMK, gabungan dari 5 keuskupan (di Perancis rata-rata
satu kota besar adalah satu keuskupan), di mana Group Band Glorieux ini ambil
bagian. Untuk menuju ke pusat saya bergabung dengan keuskupan Nanterre karena
imam dan frater-frater dibagi-bagi untuk bergabung dengan keuskupan terdekat.
Rombongan keuskupan Nanterre yang berjumlah sekitar 200 orang, dibagi dalam 10
kelompok, masing-masing 20 orang.
peziarahan
Jam 14.00 kami mulai perjalanan,
setelah briefing sekitar 30 menit dengan ibadat pembukaan. Kami harus berjalan
kaki selama kurang lebih 3 jam. Dua jam pertama kami melintasi hutan yang cukup
luas. Mampir ke sebuah Gereja kecil untuk mendengarkan materi mengapa melakukan
ziarah, lalu disambung berjalan sejam lagi sambil berdoa Rosario menuju
stasiun. Setelah itu kami naik kereta api selama 45 menit, menuju sebuah
Paroki. Di sana kami istirahat sebentar untuk makan malam (sandwich dan minum
coklat panas), lalu mendengar materi lanjutan dari Bapak Uskup dan disambung
dengan Adorasi. Setelah itu kami dibagi ke rumah-rumah untuk istirahat. Tuan
rumah hanya menyediakan ruangan dan toilet dan kamar mandi.
Esok harinya hanya sekedar cuci
muka kami kembali ke gereja untuk sarapan dan segera melanjutkan perjalanan
menuju Basilika Chartre. Kami berjalan kaki kembali selama kurang lebih 3 jam.
Kurang lebih 1 km dari Basilika, kami berhenti untuk makan siang, dengan menu
yang sama sandwich, yang kami bawa sendiri-sendiri dari gereja tadi. Setelah
makan kami melanjutkan perjalan ke basilica untuk bergabung dengan semua
peserta.
Di halaman belakang basilica sudah
ada papan nama dari masing-masing keuskupan, hanya berupa kolom-kolom yang
terbuat dari tali raffia. Di situ kami menaruh tas ransel masing-masing, dan
setelah diabsen kami menuju taman kota yang jauhnya hampir satu km juga.
Rupanya di sana sudah ramai orang dan sedang menikmati konser Group Glorieux
ini. Mereka diberi waktu konser sampai jam 15.30 karena perayaan puncak Minggu
Palma akan dilakukan jam 16.00, yang awal perarakan dimulai dari pusat taman
kota itu.
Yang mau saya tekankan di sini,
Group Band Glorieux ini mampu menghantar peserta untuk merasakan betapa Allah
sangat mengasihi manusia lewat lagu-lagu yang mereka bawakan. Ayat-ayat kitab
suci terasa begitu hidup sehingga mengena dan mengharukan serta menggetarkan.
Mengalami bahwa kita sekawanan anak-anak Allah, di tengah gemerlap dunia,
memang terasa ada nuansa agung, terberkati dan benar-benar sebuah pilihan yang
hanya bisa ditanggapi dengan rasa syukur dan haru.
Gicasul
Pengalaman berikut pada saat saya
melayani ekaristi selama Pekan Suci di sebuah biara kontemplatif. Singkatnya
selama pekan suci, terutama tri hari suci, hanya berbekal gitar dan kecapi
serta suling, para suster mampu menghadirkan liturgi yang hidup, dijiwai dengan
semangat yang tulus dan rendah hati sehingga malah terasa sangat agung.
Bacaan-bacaan kitab suci yang panjang di malam paska, ditanggapi dengan
mazmur-mazmur yang diarransemen dengan sangat indah. Di sini saya melihat
perlunya pemain musik yang memang menguasai alat musiknya dan mampu mengiringi
segala jenis lagu, walau hanya dengan alat sederhana.
Konser tunggal
Pengalaman lain, ketika saya
melayani misa selama libur musim panas di luar Paris, ke daerah-daerah, hanya
dengan bermodalkan sebuah gitar dan hapal lagu-lagu daerah nusantara dan
beberapa lagu rohani Perancis, saya bisa mengadakan konser tunggal. Tentu saja
karena umumnya penduduk menikmati musik, apalagi jika tahu bahwa itu adalah
jenis musik baru atau yang selama ini belum pernah didengar.
Beberapa kali saya juga menyaksikan
bahwa konser-konser musik traditional dunia sangat laris bagi masyarakat
Perancis. Group-group musik traditional (nb. Anggotanya orang Perancis sendiri,
tetapi mereka mempelajari lagu-lagu tradisional dari berbagai belahan dunia)
bisa dengan mudah mengadakan konser. Pengumuman hanya lewat iklan dan
penyebaran pamflet, tapi selalu dihadiri banyak orang. Yang lebih mengherankan
mereka hanya akapela, atau setidaknya hanya diiringi tambur.
Nah, musik, seperti halnya olahraga
adalah sarana efektif untuk mengumpulkan dan mempersatukan orang. Keduanya
memiliki bahasa universal yang mudah mengatasi perbedaan-perbedaan kategori
bahkan kesenjangan. Besar-kecil, tua-muda, kaya-miskin dan lain sebagainya.
Tapi bicara musik tentu akan tak terbatas.
Profan & rohani
Secara umum kita mengenal ada musik
profan dan musik rohani. Apa itu musik profan, tidak akan dibahas di sini. Apa
itu musik rohani ? Umumnya dalam tradisi Gereja kita musik rohani dibagi dalam
tiga jenis yakni musik suci, musik religius dan musik spiritual. Musik suci
adalah musik yang dikhususkan bagi pribadi atau figur kudus, atau juga
komunitas-komunitas religius untuk mengenang mereka secara istimewa dalam
liturgi atau ibadat resmi. Dalam tradisi liturgi Gereja kita adalah bagian
ordinarium (Kyrie, Gloria, Sanctus, Credo, Pater Noster dan Agnus Dei) atau
Hymne-hymne dalam tradisi komunitas religius .
Musik spiritual adalah musik untuk
membangkitan jiwa atau semangat rohani pada Yang ilahi berlaku bagi umum atau
tanpa harus terkait secara kuat pada suatu praktek religius tertentu. Musik
religius dikonsekrasikan oleh komunitas-komunitas religious, untuk doa-doa
mereka kepada Allah, sesuai dengan tradisi dan spiritual masing-masing mereka.
Dari pengertian ini maka berharap
dalam MUSKADA 2013 ini ada banyak anak muda yang terpanggil untuk menekuni
tidak hanya musik-musik profan, namun juga musik-musik rohani, baik yang untuk
liturgi, ataupun untuk yang popular, dengan tetap memperhatikan kaidah
masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar