Suasana Ranking Pertama Youcat Mania Dekanat I Keuskupan Agung Palembang; 2013. |
SEKSI SATU:
MENGAPA KITA MAMPU BERIMAN?
1. Untuk tujuan apakah kita berada di bumi ini?
Kita ada di bumi ini untuk
mengenal dan mengasihi Allah, untuk melakukan yang baik sesuai kehendak-Nya,
dan untuk kembali ke surga, suatu hari nanti. [1-3, 358]
Menjadi manusia berarti berasal
dari Allah dan kembali kepada Allah. Asal muasal kita jauh melampaui orangtua
kita. Kita berasal dari Allah, yang dari-Nya segala kebahagiaan surga dan bumi
berasal, dan kita diharapkan tinggal dalam rahmat-Nya yang abadi dan berkat-Nya
yang tiada berkesudahan. Untuk sementara ini, kita tinggal di dunia ini.
Kadang-kadang kita merasa bahwa Sang Pencipta dekat dengan kita, namun sering
kali kita sama sekali tidak merasakan kehadiran-Nya. Supaya kita dapat
menemukan jalan kembali kepada-Nya, Allah mengutus Putra-Nya, yang membebaskan
kita dari dosa, melepaskan kita dari yang jahat, dan memimpin kita menuju hidup
sejati. Dialah Sang Jalan, Kebenaran, dan Hidup.
2. Mengapa Allah menciptakan kita?
Allah menciptakan kita karena
kehendak bebas dan cinta kasih-Nya yang tulus [1-3]
Saat manusia mencinta, hatinya
meluap-luap. Dia akan berbagi kegembiraan kepada yang lain. Ia mendapatkan
semangat berbagi kegembiraan kepada yang lain. Ia mendapatkan semangat berbagi
ini dari Pencipta. Meskipun Allah adalah misteri, kita tetap bisa
memikirkan-Nya dan mengatakan: dari “kelimpahan” cinta-Nya, Ia menciptakan
kita. Ia ingin membagikan kegembiraan-Nya yang tanpa batas kepada kita.
BAB SATU:
MANUSIA MEMAHAMI ALLAH
3. Mengapa kita mencari Allah?
Tuhan telah menaruh
ke dalam hati kita, keinginan untuk mencari dan menemukan-Nya. Santo Agustinus
berkata: "Engkau telah menciptakan kami bagi Diri-Mu, dan hati kami tidak
tenteram sebelum beristirahat di dalam Engkau." Kita sebut kerinduan akan
Tuhan sebagai Agama. [27-30]
Kodrat manusia adalah mencari
Allah. Seluruh usaha kita untuk meperoleh kebenaran dan kebahagiaan adalah pencarian mutlak kepada Pribadi yang
mendukung kita sepenuhnya, yang memuaskan kita sepenuhnya, dan yang mempekerjakan
kita sepenuhnya dalam pelayanan-Nya. Seorang manusia tidak akan pernah lengkap
sampai ia menemukan Allah. “Setiap orang yang mencari kebenaran, pastilah
mencari Allah, entah disadari entah tidak.” (Santa Edith Stein).
4. Dapatkah kita memahami keberadaan Tuhan dengan akal budi kita?
Ya, akal budi manusia dapat
memahami Tuhan dengan pasti. [31-36, 44-47]
Dunia tidak memiliki hakikat dan
tujuan dari dalam dirinya sendiri. Dalam semua hal, ada sesuatu yang lebih
daripada yang kita lihat. Keteraturan, keindahan, perkembangan dunia itu sendiri,
yaitu ALLAH. Setiap manusia mengakui apa yang benar, baik dan indah. Manusia
mendengarkan hati nurani yang mendesak untuk mengarahkan pada yang baik dan
memperingatkan dia untuk melawan apa yang jahat. Setiap orang yang mengikuti
jalan ini akan menemukan Allah.
5. Mengapa manusia menyangkal keberadaan Tuhan jika dapat mengetahui-Nya dengan akal budi?
Mengenal Tuhan yang tak tampak
menjadi tantangan besar bagi pikiran manusia. Hal ini kadang menakutkan. Ada
alasan lain mengapa manusia tidak ingin mengetahui Tuhan: jika manusia
mengetahui Tuhan, ia harus mengubah hidupnya. Mereka yang mengatakan bahwa
pertanyaan tentang Tuhan itu tidak bermakna karana tidak bisa dijawab akan
menggampangkan segala hal bagi Diri-Nya. [37-38]
6. Dapatkah kita memahami Tuhan secara keseluruhan di dalam konsep manusia? Mampukah kita membicarakan Tuhan dengan penuh makna?
Manusia terbatas, sedangkan
kebesaran Tuhan yang tak terbatas tidak pernah bisa pas dengan konsep pikiran
manusia yang terbatas. Namun, manusia tetap bisa bicara tentang Tuhan dalam
bahasa analogis. [39-43, 48]
Untuk mengungkapkan sesuatu
tentang Allah, kita menggunakan gambaran-gambaran yang tak sempurna serta
pengertian yang terbatas sehingga apapun yang kita katakana tentang Allah tidak
setara dengan keagungan Allah. Oleh karena itu, kita harus terus menerus
memurnikan dan memperbaiki ungkapan kita mengenai Allah.
BAB DUA:
ALLAH MENDEKATI KITA MANUSIA
7. Mengapa Allah harus menunjukkan Diri-Nya?
Menggunakan akal budi, manusia
dapat mengetahui bahwa Allah itu ada, namun bukan pengetahuan tentang Allah
yang senyatanya. Karena Allah sangat mencintai manusia, maka Dia menyingkapkan
Diri-Nya. [50-53, 68-59]
Allah tidak harus menyingkapkan
diri kepada kita. Tapi, Dia melakukannya karena Kasih. Demikian juga dengan kita.
Kita dapat mengenali pribadi yang kita kasihi hanya jika ia membuka hatinya
untuk kita, demikian juga kita tahu sesuatu tentang Allah –pemikiran terdalam
Allah- hanya jika Allah yang abadi dan misteri itu membuka Diri-Nya untuk kita.
Sejak penciptaan, melalui para bapa bangsa dan para nabi, sampai turunnya à Wahyu
yang paripurna dalam Putra-Nya, Yesus Kristus. Di dalam Putra-Nya, Allah
mencurahkan hati-Nya dan membuat Kristus nyata tampak bagi kita.
8. Bagaimana Tuhan mewahyukan Diri-Nya dalam Perjanjian Lama?
Tuhan mewahyukan Diri-Nya dalam
Perjanjian Lama sebagai Tuhan yang menciptakan dunia atas dasar cinta kasih dan
yang tetap setia kepada manusia, bahkan ketika manusia menjauhkan diri dari Dia
saat jatuh ke dalam dosa. [54-64, 70-72]
Allah menghendaki agar manusia
mengalami Dia dalam sejarah. Dengan nabi Nuh, Allah membuat perjanjian untuk
menyelamatkan semua yang hidup. Allah memanggil Abraham dan membuatnya menjadi
“Bapa dari banyak bangsa” (Kej 17:5) dan memberkati “seluruh keluarga di bumi”
dalam dia (Kej 13:3). Bangsa Israel adalah keturunan Abraham, dan menjadi
milik-Nya yang istimewa. Kepada Musa, Allah memperkenalkan diri menggunakan
nama “YHWH”; biasanya diganti huruf --> YAHWEH,
yang berarti “AKU ADALAH AKU” (Kel 3:14)
Allah membebaskan Israel dari
perbudakan Mesir, membuat perjanjian di Gunung Sinai, dan melalui Musa, Ia
memberi mereka HUKUM. Lagi dan lagi, Allah mengirim para nabi untuk memanggil
manusia kepada pertobatan dan pembaharuan perjanjian. Para nabi mewartakan
bahwa Allah akan membuat perjanjian yang baru dan kekal, yang akan membawa
pembaruan radikal dan penebusan yang paripurna. Perjanjian baru itu akan
terbuka bagi seluruh umat manusia.
9. Apa yang Tuhan tunjukkan tentang Diri-Nya ketika Ia mengutus Putra-Nya bagi kita?
Tuhan menunjukkan kepada kita,
dalam Yesus Kristus, kedalaman cinta-Nya yang penuh belas kasih. [65-66, 73]
Melalui Yesus Kristus, Allah
yang tak kelihatan menjadi kelihatan. Dia menjadi manusia seperti kita. Hal ini
menunjukkn pada kita, betapa dalam cinta-Nya. Dia menanggung seluruh beban
kita. Dia mengiringi setiap langkah kita. Dia mendampingi ketika kita
ditinggalkan, ketika kita menderita, ketika kita takut menghadapi kematian. Dia
juga mendampingi ketika kita tidak bisa melangkah lebih jauh lagi. dia akan membukakan
pintu bagi kita menuju pada kehidupan.
10. Dengan kedatangan Yesus Kristus, apakah semuanya telah diwartakan? atau, apakah perwahyuan terus berlanjut, bahkan setelah Dia?
Dalam Yesus Kristus, Allah
sendiri hadir di dunia. Yesus adalah sabda terakhir Allah. Dengan mendengarkan
Dia, seluruh umat manusia dari dari segala zaman, dapat mengenal siapa Allah
dan mengetahui apa yang perlu bagi keselamatan mereka. [66-67]
Dalam Yesus Kristus, WAHYU Allah
sudah lengkap dan sempurna. Untuk membuat wahyu dapat kita pahami, Roh Kudus
memimbing kita lebih masuk lagi ke dalam kebenaran. Cahaya Allah menerangi
dengan sangat kuat ke dalam hidup banyak pribadi sehingga mereka "melihat
langit terbuka" (Kis 7:56). Namun, "perwahyuan pribadi" tidak
menambahkan hal baru pada wahyu sempurna, Yesus Kristus. Kita tidak diwajibkan
untuk memercayai penampakan-penampakan atau wahyu-wahyu pribadi, tetapi
wahyu-wahyu pribadi itu bisa membantu kita untuk mengetahui wahyu sempurna
secara lebih baik. Kebenaran wahyu-wahyu pribadi itu telah diuji oleh GEREJA
11. Mengapa kita menyebarkan iman?
Kita menyebarkan iman karena
perintah Yesus kepada kita : "...pergilah, jadikanlah semua bangsa
murid-Ku..." (Mat 28:19). [91]
Orang Kristen sejati tidak akan
menyerahkan tanggung jawab penyebaran iman hanya kepada orang-orang tertentu
(guru agama, pastor, misionaris). Kita semua menjadi "kristus" bagi
orang lain. Ini berarti, setiap orang Kristen sejati menginginkan Allah hadir
bagi orang lain juga. Dia berkata pada
dirinya sendiri : "Tuhan memerlukan aku! Aku telah di babtis dan menerima
Sakramen Penguatan, maka aku bertanggung jawab untuk menolong orang-orang di
sekitarku supaya belajar mengenai Allah dan supaya mereka memperoleh
pengetahuan akan kebenaran." (1Tim 2:4). Bunda Teresa menggunakan perbandingan
yang bagus : "sering kamu lihat lampu-lampu kecil di jalanan yang dialiri
listrik untuk memandu para pengendara. jika listrik tidak mengalir, maka
lampu-lampu itu mati. Lampu itu adalah aku dan kamu. aliran listriknya adalah
Allah! Kita bisa membiarkan Allah mengalirkan listrik melalui kita untuk
memancarkan Sang Cahaya Dunia : YESUS - atau kita memilih untuk menolak menjadi
alat-Nya dan membiarkan kegelapan menyebar.
12. Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita menghayati iman yang sejati?
Iman yang sejati adalah iman
yang berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Gereja yang hidup. [76, 80-82, 85-87,
97, 100]
Perjanjian Baru berkembang dari
iman Gereja. Kitab Suci dan Tradisi beriringan satu sama lain.
Awalnya, penerusan iman tidak terjadi melalui tulisan-tulisan. Pada masa Gereja Perdana, dikatakan bahwa Kitab Suci "ditulis di hati Gereja, bukan di atas perkamen". Para murid dan PARA RASUL mengalami hidup baru dengan menghayati persekutuan yang nyata dengan Yesus. Gereja Perdana mengundang orang dalam persekutuan, yang dilanjutkan dengan cara berbeda setelah kebangkitan Kristus. Umat Kristen awal bertekun dalam pengajaran para rasul dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Mereka bersekutu dan saling berbagi. Inilah bagian dari iman kita sampai saat ini: Orang Kristen mengundang orang lain untuk datang dalam persekutuan agar mengenal persekutuan dengan Allah yang telah dipelihara secara berkelanjutan sejak masa para rasul dalam Gereja Katolik.
Awalnya, penerusan iman tidak terjadi melalui tulisan-tulisan. Pada masa Gereja Perdana, dikatakan bahwa Kitab Suci "ditulis di hati Gereja, bukan di atas perkamen". Para murid dan PARA RASUL mengalami hidup baru dengan menghayati persekutuan yang nyata dengan Yesus. Gereja Perdana mengundang orang dalam persekutuan, yang dilanjutkan dengan cara berbeda setelah kebangkitan Kristus. Umat Kristen awal bertekun dalam pengajaran para rasul dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Mereka bersekutu dan saling berbagi. Inilah bagian dari iman kita sampai saat ini: Orang Kristen mengundang orang lain untuk datang dalam persekutuan agar mengenal persekutuan dengan Allah yang telah dipelihara secara berkelanjutan sejak masa para rasul dalam Gereja Katolik.
13. Dapatkah Gereja salah dalam hal iman?
Umat beriman sebagai keseluruhan
tidak bisa salah dalam hal iman karena Yesus mengutus Roh Kebenaran dan menjaga
mereka dalam kebenaran (Yoh 14:17). [80-82, 85-87, 92, 100]
Sama seperti para murid
mengimani Yesus dengan sepenuh hati, seorang Kristen juga bisa memercayakan
diri sepenuhnya kepada Gereja ketika ia bertanya mengenai jalan hidup. Sejak
Yesus Kristus mengutus para murid-Nya
untuk mengajar, maka pengganti para rasul (para uskup) memiliki kuasa
untuk mengajar (MAGISTERIUM). Meskipun anggota-anggota Gereja secara personal
bisa salah, dan bahkan bisa membuat kesalahan serius, namun Gereja sebagai
keseluruhan tidak bisa sesat dari Kebenaran Allah. Gereja terus-menerus dari
zaman ke zaman membawa kebenaran iman yang lebih besar daripada dirinya sendiri.
Kita berbicara mengenai warisan iman yang dipelihara. Jika kebenaran iman itu
diperdebatkan atau diselewengkan oleh beberapa anggotanya, Gereja terpanggil
untuk menjelaskan lagi “apa yang selama ini selalu, dan telah diimani oleh
seluruh Gereja di mana pun.” (santo Vinsensius dari Lerins, 450)
14. Apakah Kitab Suci benar?
Kitab Suci dengan teguh, setia,
dan tanpa kesalahan, mengajarkan kebenaran. Ditulis dengan ilham Roh Kudus,
Kitab Suci mempunyai Allah sebagai pengarangnya. (Konsili Vatikan II, DV) [103-107]
KITAB SUCI tidak jatuh dari
surga dalam bentuknya yang sudah jadi, ataupun bahwa Allah mendiktekan
kata-katNya kepada penulis manusia yang lalu menyalinnya. Namun, “Allah memilih orang-orang yang digunakan sementara
mereka memakai kecakapan dan kemampuanmrk sendiri supaya –sementara Dia
berkarya dalam dan melalui mereka- semua itu dan hanya itu yang dikehendaki-Nya
sdr dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh. (Konsili
Vatikan II, DV 11). Faktor yang digunakan untuk mengakui bagian-bagian teks
sebagai Kitab Suci adalah penerimaan umum Gereja atas teks-teks itu. Dalam
komunitas Kristen, ada kesepakatan: “Ya, melalui teks ini Allah sendiri
berbicara kepada kita- teks ini diilhami oleh Roh Kudus!” Tulisan-tulisan
Kristen asli yang sungguh-sungguh diilhami oleh Roh Kudus telah diterapkan
sejak abad ke-4 menjadi Kitab Suci. Ituah yang kemudian disebut --> KANON
KITAB SUCI.
15. Bagaimana boleh Kitab Suci "benar" jika ada hal-hal tertentu yang tidak benar?
Kitab Suci tidak dimaksudkan
untuk menyampaikan kepada kita informasi sejarah atau penemuan ilmiah. Lagi
pula, para pengarangnya hidup pada waktu dan situasi tertentu. Mereka
membagikan gagasan-gagasan budaya dari dunia sekitar mereka yang sering pula
diliputi kesalahan-kesalahan. Namun demikian, setiap hal yang harus diketahui
manusia mengenai Tuhan dan jalan keselamatan termuat dalam Kitab Suci dengan
kepastian yang tidak dapat salah. [106-107, 109]
16. Bagaimana cara yang benar dalam membaca Kitab Suci?
Cara yang benar untuk membaca
Kitab Suci adalah membacanya dengan sikap iman, dengan kata lain, membaca
dengan bantuan Roh Kudus. Di bawah bimbingan-Nya, pesan Tuhan sampai kepada
manusia. Kitab Suci adalah Sabda Tuhan dan di dalamnya Tuhan berkomunikasi
dengan kita. [109-110, 137]
KITAB SUCI adalah surat panjang
yang ditulis oleh Allah bagi kita masing-masing-masing. Karena alasan ini, kita
harus menyambut Kitab Suci dengan rasa cinta dan hormat yang besar. Pertama,
pentinglah untuk dengan sungguh-sungguh membaca surat Tuhan ini; tidak hanya mengambil
detail tertentu saja, lalu mengabaikan keseluruhan pesan. Kedua, menafsirkan
keseluruhan pesan dengan tetap fokus pada inti dan misterinya: Yesus Kristus,
yang dibicarakan oleh Kitab Suci, bahkan Kitab Suci Perjanjian Lama. Ketiga,
membaca Kitab Suci dengan iman Gereja.
17. Apa makna Perjanjian Lama bagi umat Kristen?
Dalam Perjanjian Lama, Tuhan
menyatakan Diri-Nya sebagai pencipta dan pemelihara dunia serta sebagai
pemimpin dan pembimbing manusia ciptaan-Nya. Kitab-kitab perjanjian lama juga
merupakan Sabda Tuhan dan Kitab Suci. Tanpa Perjanjian Lama, kita tidak dapat
memahami Yesus. [121-123, 128-130, 140]
Dalam -->
PERJANJIAN LAMA sejarah besar akan pembelajaran iman dimulai. Sejarah itu pada
gilirannya mengambil arah yang pasti dalam -->
PERJANJIAN BARU dan tiba pada tujuannya dengan berakhirnya zaman dan kedatangan
Kristus untuk yang kedua kalinya. Perjanjian Lama bukan sekedar pengantar bagi
Perjanjian Baru. Perintah-perintah dan nubuat-nubuat bagi umat Perjanjian Lama
dan janji-janti Perjanjian Lama bagi seluruh umat manusia tidak pernah dicabut.
Dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama, kita menemukan harta yang tak tergantikan,
yaitu doa-doa dan kebijaksanaan khususnya Mazmur yang kemudian dijadikan bagian
dari doa harian Gereja.
18. Apakah makna Perjanjian Baru bagi Umat Kristen?
Dalam Perjanjian Baru, Wahyu
Allah terpenuhi. Keempat Injil: Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes merupakan
inti dari Kitab Suci, serta menjadi harta paling berharga bagi Gereja. Di
dalamnya, Putra Allah menunjukkan Diri-Nya dalam menjumpai kita. Dalam Kisah
Para Rasul, kita belajar mengenai permulaan Gereja dan karya Roh Kudus. Dalam
surat-surat yang ditulis oleh para rasul, semua segi kehidupan manusia
ditempatkan dalam terang Kristus. Dalam Kitab Wahyu, kita melihat akhir jaman.
[124-127, 128-130, 140]
Yesus adalah satu-satunya yang
ingin disampaikan Allah. Keseluruhan Perjanjian Lama memersiapkan PENJELMAAN
Putra Allah. Semua janji Allah mendapatkan pemenuhannya dalam diri Yesus.
Menjadi seorang Kristen berarti mempersatukan diri secara lebih dalam lagi
dengan hidup Kristus. Untuk melakukan hal itu, orang harus membaca dan
menghayati Kitab Suci. Madeleine Delbrel berkata: “Melalui sabda-Nya, Allah
memberi tahu kita siapa Diri-Nya dan apa yang Dia kehendaki; Dia mengatakan hal
ini dengan tegas dan menyatakannya setiap hari. Ketika memegang Kitab Suci di
tangan, kita harus merenungkan bahwa di dalam Kitab Suci ini tinggal Sang Sabda
yang ingin menjadi daging dalam kita dan berhasrat memeluk kita, sehingga kita
dapat mulai hidup secara bar, dan dalam suasana baru.”
19. Apakah peranan Kitab Suci dalam Gereja?
Gereja memperoleh hidup dan
kekuatannya dari Kitab Suci. [103-104, 131-133, 141]
Di samping kehadiran Kristus
dalam -->
EKARISTI SUCI, tidak ada yang lebih dihormati oleh Gereja daripada kehadiran
Allah dalam Kitab Suci. Dalam Misa Kudus, kita mendengarkan Injil dalam posisi
berdiri karena yang kita dengar dalam bahasa manusia adalah Sabda Allah.
BAB TIGA:
MANUSIA MENANGGAPI ALLAH
20. Bagaimana kita bisa menanggapi Allah ketika ia berbicara pada kita?
Menanggapi Allah berarti
Mengimani-Nya. [142-149]
Siapa pun yang ingin percaya,
memerlukan hati yang siap untuk mendengarkan. Dengan berbagai cara, Allah
menghubungi kita. Dalam setiap perjumpaan manusiawi, dalam setiap pergerakan
alam, dalam setiap kejadian kebetulan, dalam setiap tantangan, dalam setiap
penderitaan, ada pesan terselubung dari Allah untuk kita. Bahkan, Allah
berbicara dengan lebih jelas ketika Ia berpaling kepada kita dalam Sabda-Nya
atau dalam suara hati kita. Dia menyapa kita sebagai sahabat. Oleh karena itu,
seharusnyalah kita menanggapi Dia sebagai sahabat, mengimani dan memercayai Dia
sepenuhnya, belajar memahami Dia dengan lebih baik, serta menerima kehendak-Nya
tanpa syarat.
21. Iman, apakah itu?
Iman memiliki 7 ciri:
1) Iman
adalah suatu rahmat cuma-cuma yang kita terima saat kita dengan sungguh-sungguh
memohonkannya.
2)
Iman merupakan kukuatan
adikodrati yang mutlak diperlukan jika kita ingin mencapai keselamatan.
3)
Iman menuntut kehendak bebas dan
pemahaman yang jelas dari seseorang ketika menerima undangan Ilahi.
4)
Iman merupakan kepastian yang
mutlak karena Yesus menjaminnya.
5)
Iman tidaklah sempurna kecuali
jika mengarah pada cinta kasih yang aktif.
6)
Iman bertumbuh saat kita semakin
cermat mendengarkan Sabda tuhan dan memasuki hubungan yang khusyuk dengan Dia
dalam doa.
7)
Iman memberi kita kesempatan
untuk mencicipi kegembiraan surgawi.
[153-165, 179-180, 183-184]
22. Bagaimana orang berproses dengan imannya?
Orang yang beriman mencari
kesatuan pribadi dengan Allah, dan siap memercayai Allah dalam segala hal yang
dia tunjukkan (wahyukan) mengenai Diri-Nya. [150-152]
Saat mulai beriman, sering kali
orang merasakan bahwa dunia yang tampak dan pembicaraan mengenai setiap hal
terasa tidak sesuai dengan hasrat imannya. Ia merasa disentuh oleh suatu
misteri, mengikuti jejak yang mengarah pada keberadaan Allah, dan
perlahan-lahan menemukan rasa percaya Diri-Nya untuk berbicara kepada Allah,
dan akhirnya mempersatukan diri dengan Allah dalam kebebasan. Dalam Injil
Yohanes, dikatakan: “Tidak seorang pun pernah melihat Allah, tetapi Anak
Tunggal Allah yang di pangkuan Bapa, Dialah yang mengatakan-Nya” (Yoh 1:18). Itulah
alasan mengapa kita harus mengimani
Yesus, Putra Allah, jika kita ingin mengetahui siapakah Allah yang ingin
berkomunikasi dengan kita. Beriman berarti menerima Yesus dan mempertaruhkan
keseluruhan hidup kepada-Nya.
23. Apakah iman bertentangan dengan ilmu pengetahuan?
Iman dan akal budi tidak
bertentangan karena tidak mungkin ada dua macam kebenaran. [159]
Tidak ada kebenaran iman yang
bertanding dengan kebenaran ilmu pengetahuan. Hanya ada satu kebenaran, baik
yang merujuk pada alasan ilmu pengetahuan maupun iman. Allah menghendaki agar
akal budi kita gunakan untuk mengenali tata susunan dunia, sama seperti
kehendak-Nya atas iman. Itulah sebabnya Iman Kristen menuntut dan mendorong
ilmu-ilmu (kodrati). Iman ada supaya kita dapat mengetahui kenyataan yang
melampaui akal budi. Iman mengingatkan ilmu pengetahuan bahwa ilmu pengetahuan
seharusnya mengabdi pencipta dan tidak menempatkan dirinya sebagai pengganti
Allah. Ilmu pengetahuan harus menghormati martabat manusia, bukan malahan
merendahkannya.
24. Kita harus bersikap bagaimana terhadap Gereja?
Tak seorangpun dapat beriman
sendirian, sebagaimana kenyataan bahwa tak seorang pun dapat hidup oleh dirinya
sendiri. Kita menerima iman dari Gereja dan menghayatinya dalam persekutuan
dengan umat yang kepadanya kita (saling) berbagi iman. [166-169, 181]
Iman bersifat pribadi, namun
bukan hal yang eksklusif. Siapa saja yang ingin beriman, harus mampu mengakui
baik "iman saya" maupun "iman kami" karena iman yang tidak
bisa dibagikan atau tidak bisa dikomunikasikan kepada orang lain adalah sesuatu
yang tidak masuk akal. Iman pribadi seseorang disatukan di dalam Gereja. Iman pribadi tidak pernah menyangkal iman
Gereja, mengapa? Karena Gerejalah yang meneruskan iman sejak abad pertama
hingga bisa diterima oleh seorang pribadi. Gereja jugalah yang menjamin iman
yang benar jauh dari kepalsuan dan kesalahan. Gereja jugalah yang membuat iman
itu bersinar terus menerus sepanjang zaman. Beriman berarti ambil bagian dalam
keyakinan bersama. Iman orang lain mendukung imanku, dan sebaliknya semangat
imanku memperkuat dan memperteguhkan iman orang lain. Gereja menekankan kata
“Aku” dan “Kita” untuk iman, dengan menggunakan dua pengakuan iman dalam
liturgi: SYAHADAT PARA RASUL -->Syahadat
yang dimulai dengan “Aku Percaya” (Credo), dan PENGAKUAN IMAN
NIKEA-KONSTANTINOPEL, yang dalam bentuk aslinya dimulai dengan “Kami Percaya”
(Credimus)
.............bersambung............
Naskah “Katekismus Populer ini” disalin oleh Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Palembang dari buku YOUCAT INDONESIA; Katekismus Populer, Penerbit Kanisius, ISBN: 978-979-21-3424-7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar