Minggu, 17 November 2013

Mengapa Allah Menciptakan Kita? (Katekismus Populer no 1-24)


Suasana Ranking Pertama Youcat Mania Dekanat I Keuskupan Agung Palembang; 2013.



SEKSI SATU: 

MENGAPA KITA MAMPU BERIMAN?

1.    Untuk tujuan apakah kita berada di bumi ini?

Kita ada di bumi ini untuk mengenal dan mengasihi Allah, untuk melakukan yang baik sesuai kehendak-Nya, dan untuk kembali ke surga, suatu hari nanti. [1-3, 358]

Menjadi manusia berarti berasal dari Allah dan kembali kepada Allah. Asal muasal kita jauh melampaui orangtua kita. Kita berasal dari Allah, yang dari-Nya segala kebahagiaan surga dan bumi berasal, dan kita diharapkan tinggal dalam rahmat-Nya yang abadi dan berkat-Nya yang tiada berkesudahan. Untuk sementara ini, kita tinggal di dunia ini. Kadang-kadang kita merasa bahwa Sang Pencipta dekat dengan kita, namun sering kali kita sama sekali tidak merasakan kehadiran-Nya. Supaya kita dapat menemukan jalan kembali kepada-Nya, Allah mengutus Putra-Nya, yang membebaskan kita dari dosa, melepaskan kita dari yang jahat, dan memimpin kita menuju hidup sejati. Dialah Sang Jalan, Kebenaran, dan Hidup.

2.    Mengapa Allah menciptakan kita?

Allah menciptakan kita karena kehendak bebas dan cinta kasih-Nya yang tulus [1-3]

Saat manusia mencinta, hatinya meluap-luap. Dia akan berbagi kegembiraan kepada yang lain. Ia mendapatkan semangat berbagi kegembiraan kepada yang lain. Ia mendapatkan semangat berbagi ini dari Pencipta. Meskipun Allah adalah misteri, kita tetap bisa memikirkan-Nya dan mengatakan: dari “kelimpahan” cinta-Nya, Ia menciptakan kita. Ia ingin membagikan kegembiraan-Nya yang tanpa batas kepada kita.

BAB SATU:

MANUSIA MEMAHAMI ALLAH


3.    Mengapa kita mencari Allah?

Tuhan telah menaruh ke dalam hati kita, keinginan untuk mencari dan menemukan-Nya. Santo Agustinus berkata: "Engkau telah menciptakan kami bagi Diri-Mu, dan hati kami tidak tenteram sebelum beristirahat di dalam Engkau." Kita sebut kerinduan akan Tuhan sebagai Agama. [27-30]

Kodrat manusia adalah mencari Allah. Seluruh usaha kita untuk meperoleh kebenaran dan kebahagiaan  adalah pencarian mutlak kepada Pribadi yang mendukung kita sepenuhnya, yang memuaskan kita sepenuhnya, dan yang mempekerjakan kita sepenuhnya dalam pelayanan-Nya. Seorang manusia tidak akan pernah lengkap sampai ia menemukan Allah. “Setiap orang yang mencari kebenaran, pastilah mencari Allah, entah disadari entah tidak.” (Santa Edith Stein).

4.    Dapatkah kita memahami keberadaan Tuhan dengan akal budi kita?

Ya, akal budi manusia dapat memahami Tuhan dengan pasti. [31-36, 44-47]

Dunia tidak memiliki hakikat dan tujuan dari dalam dirinya sendiri. Dalam semua hal, ada sesuatu yang lebih daripada yang kita lihat. Keteraturan, keindahan, perkembangan dunia itu sendiri, yaitu ALLAH. Setiap manusia mengakui apa yang benar, baik dan indah. Manusia mendengarkan hati nurani yang mendesak untuk mengarahkan pada yang baik dan memperingatkan dia untuk melawan apa yang jahat. Setiap orang yang mengikuti jalan ini akan menemukan Allah.

5.    Mengapa manusia menyangkal keberadaan Tuhan jika dapat mengetahui-Nya dengan akal budi?

Mengenal Tuhan yang tak tampak menjadi tantangan besar bagi pikiran manusia. Hal ini kadang menakutkan. Ada alasan lain mengapa manusia tidak ingin mengetahui Tuhan: jika manusia mengetahui Tuhan, ia harus mengubah hidupnya. Mereka yang mengatakan bahwa pertanyaan tentang Tuhan itu tidak bermakna karana tidak bisa dijawab akan menggampangkan segala hal bagi Diri-Nya. [37-38]

6.    Dapatkah kita memahami Tuhan secara keseluruhan di dalam konsep manusia? Mampukah kita membicarakan Tuhan dengan penuh makna?

Manusia terbatas, sedangkan kebesaran Tuhan yang tak terbatas tidak pernah bisa pas dengan konsep pikiran manusia yang terbatas. Namun, manusia tetap bisa bicara tentang Tuhan dalam bahasa analogis. [39-43, 48]

Untuk mengungkapkan sesuatu tentang Allah, kita menggunakan gambaran-gambaran yang tak sempurna serta pengertian yang terbatas sehingga apapun yang kita katakana tentang Allah tidak setara dengan keagungan Allah. Oleh karena itu, kita harus terus menerus memurnikan dan memperbaiki ungkapan kita mengenai Allah.

BAB DUA:

ALLAH MENDEKATI KITA MANUSIA


7.    Mengapa Allah harus menunjukkan Diri-Nya?

Menggunakan akal budi, manusia dapat mengetahui bahwa Allah itu ada, namun bukan pengetahuan tentang Allah yang senyatanya. Karena Allah sangat mencintai manusia, maka Dia menyingkapkan Diri-Nya. [50-53, 68-59]

Allah tidak harus menyingkapkan diri kepada kita. Tapi, Dia melakukannya karena Kasih. Demikian juga dengan kita. Kita dapat mengenali pribadi yang kita kasihi hanya jika ia membuka hatinya untuk kita, demikian juga kita tahu sesuatu tentang Allah –pemikiran terdalam Allah- hanya jika Allah yang abadi dan misteri itu membuka Diri-Nya untuk kita. Sejak penciptaan, melalui para bapa bangsa dan para nabi, sampai turunnya à Wahyu yang paripurna dalam Putra-Nya, Yesus Kristus. Di dalam Putra-Nya, Allah mencurahkan hati-Nya dan membuat Kristus nyata tampak bagi kita.

8.    Bagaimana Tuhan mewahyukan Diri-Nya dalam Perjanjian Lama?

Tuhan mewahyukan Diri-Nya dalam Perjanjian Lama sebagai Tuhan yang menciptakan dunia atas dasar cinta kasih dan yang tetap setia kepada manusia, bahkan ketika manusia menjauhkan diri dari Dia saat jatuh ke dalam dosa. [54-64, 70-72]

Allah menghendaki agar manusia mengalami Dia dalam sejarah. Dengan nabi Nuh, Allah membuat perjanjian untuk menyelamatkan semua yang hidup. Allah memanggil Abraham dan membuatnya menjadi “Bapa dari banyak bangsa” (Kej 17:5) dan memberkati “seluruh keluarga di bumi” dalam dia (Kej 13:3). Bangsa Israel adalah keturunan Abraham, dan menjadi milik-Nya yang istimewa. Kepada Musa, Allah memperkenalkan diri menggunakan nama “YHWH”; biasanya diganti huruf --> YAHWEH, yang berarti “AKU ADALAH AKU” (Kel 3:14)
Allah membebaskan Israel dari perbudakan Mesir, membuat perjanjian di Gunung Sinai, dan melalui Musa, Ia memberi mereka HUKUM. Lagi dan lagi, Allah mengirim para nabi untuk memanggil manusia kepada pertobatan dan pembaharuan perjanjian. Para nabi mewartakan bahwa Allah akan membuat perjanjian yang baru dan kekal, yang akan membawa pembaruan radikal dan penebusan yang paripurna. Perjanjian baru itu akan terbuka bagi seluruh umat manusia.

9.    Apa yang Tuhan tunjukkan tentang Diri-Nya ketika Ia mengutus Putra-Nya bagi kita?

Tuhan menunjukkan kepada kita, dalam Yesus Kristus, kedalaman cinta-Nya yang penuh belas kasih. [65-66, 73]

Melalui Yesus Kristus, Allah yang tak kelihatan menjadi kelihatan. Dia menjadi manusia seperti kita. Hal ini menunjukkn pada kita, betapa dalam cinta-Nya. Dia menanggung seluruh beban kita. Dia mengiringi setiap langkah kita. Dia mendampingi ketika kita ditinggalkan, ketika kita menderita, ketika kita takut menghadapi kematian. Dia juga mendampingi ketika kita tidak bisa melangkah lebih jauh lagi. dia akan membukakan pintu bagi kita menuju pada kehidupan.

10. Dengan kedatangan Yesus Kristus, apakah semuanya telah diwartakan? atau, apakah perwahyuan terus berlanjut, bahkan setelah Dia?

Dalam Yesus Kristus, Allah sendiri hadir di dunia. Yesus adalah sabda terakhir Allah. Dengan mendengarkan Dia, seluruh umat manusia dari dari segala zaman, dapat mengenal siapa Allah dan mengetahui apa yang perlu bagi keselamatan mereka. [66-67]

Dalam Yesus Kristus, WAHYU Allah sudah lengkap dan sempurna. Untuk membuat wahyu dapat kita pahami, Roh Kudus memimbing kita lebih masuk lagi ke dalam kebenaran. Cahaya Allah menerangi dengan sangat kuat ke dalam hidup banyak pribadi sehingga mereka "melihat langit terbuka" (Kis 7:56). Namun, "perwahyuan pribadi" tidak menambahkan hal baru pada wahyu sempurna, Yesus Kristus. Kita tidak diwajibkan untuk memercayai penampakan-penampakan atau wahyu-wahyu pribadi, tetapi wahyu-wahyu pribadi itu bisa membantu kita untuk mengetahui wahyu sempurna secara lebih baik. Kebenaran wahyu-wahyu pribadi itu telah diuji oleh GEREJA

11. Mengapa kita menyebarkan iman?

Kita menyebarkan iman karena perintah Yesus kepada kita : "...pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku..." (Mat 28:19). [91]

Orang Kristen sejati tidak akan menyerahkan tanggung jawab penyebaran iman hanya kepada orang-orang tertentu (guru agama, pastor, misionaris). Kita semua menjadi "kristus" bagi orang lain. Ini berarti, setiap orang Kristen sejati menginginkan Allah hadir bagi orang lain juga.  Dia berkata pada dirinya sendiri : "Tuhan memerlukan aku! Aku telah di babtis dan menerima Sakramen Penguatan, maka aku bertanggung jawab untuk menolong orang-orang di sekitarku supaya belajar mengenai Allah dan supaya mereka memperoleh pengetahuan akan kebenaran." (1Tim 2:4). Bunda Teresa menggunakan perbandingan yang bagus : "sering kamu lihat lampu-lampu kecil di jalanan yang dialiri listrik untuk memandu para pengendara. jika listrik tidak mengalir, maka lampu-lampu itu mati. Lampu itu adalah aku dan kamu. aliran listriknya adalah Allah! Kita bisa membiarkan Allah mengalirkan listrik melalui kita untuk memancarkan Sang Cahaya Dunia : YESUS - atau kita memilih untuk menolak menjadi alat-Nya dan membiarkan kegelapan menyebar.

12. Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita menghayati iman yang sejati?

Iman yang sejati adalah iman yang berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Gereja yang hidup. [76, 80-82, 85-87, 97, 100]

Perjanjian Baru berkembang dari iman Gereja. Kitab Suci dan Tradisi beriringan satu sama lain.
Awalnya, penerusan iman tidak terjadi melalui tulisan-tulisan. Pada masa Gereja Perdana, dikatakan bahwa Kitab Suci "ditulis di hati Gereja, bukan di atas perkamen". Para murid dan PARA RASUL mengalami hidup baru dengan menghayati persekutuan yang nyata dengan Yesus. Gereja Perdana mengundang orang dalam persekutuan, yang dilanjutkan dengan cara berbeda setelah kebangkitan Kristus. Umat Kristen awal bertekun dalam pengajaran para rasul dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Mereka bersekutu dan saling berbagi. Inilah bagian dari iman kita sampai saat ini: Orang Kristen mengundang orang lain untuk datang dalam persekutuan agar mengenal persekutuan dengan Allah yang telah dipelihara secara berkelanjutan sejak masa para rasul dalam Gereja Katolik.

13. Dapatkah Gereja salah dalam hal iman?

Umat beriman sebagai keseluruhan tidak bisa salah dalam hal iman karena Yesus mengutus Roh Kebenaran dan menjaga mereka dalam kebenaran (Yoh 14:17). [80-82, 85-87, 92, 100]

Sama seperti para murid mengimani Yesus dengan sepenuh hati, seorang Kristen juga bisa memercayakan diri sepenuhnya kepada Gereja ketika ia bertanya mengenai jalan hidup. Sejak Yesus Kristus mengutus para murid-Nya  untuk mengajar, maka pengganti para rasul (para uskup) memiliki kuasa untuk mengajar (MAGISTERIUM). Meskipun anggota-anggota Gereja secara personal bisa salah, dan bahkan bisa membuat kesalahan serius, namun Gereja sebagai keseluruhan tidak bisa sesat dari Kebenaran Allah. Gereja terus-menerus dari zaman ke zaman membawa kebenaran iman yang lebih besar daripada dirinya sendiri. Kita berbicara mengenai warisan iman yang dipelihara. Jika kebenaran iman itu diperdebatkan atau diselewengkan oleh beberapa anggotanya, Gereja terpanggil untuk menjelaskan lagi “apa yang selama ini selalu, dan telah diimani oleh seluruh Gereja di mana pun.” (santo Vinsensius dari Lerins, 450)

14. Apakah Kitab Suci benar?

Kitab Suci dengan teguh, setia, dan tanpa kesalahan, mengajarkan kebenaran. Ditulis dengan ilham Roh Kudus, Kitab Suci mempunyai Allah sebagai pengarangnya. (Konsili Vatikan II, DV) [103-107]

KITAB SUCI tidak jatuh dari surga dalam bentuknya yang sudah jadi, ataupun bahwa Allah mendiktekan kata-katNya kepada penulis manusia yang lalu menyalinnya. Namun, “Allah  memilih orang-orang yang digunakan sementara mereka memakai kecakapan dan kemampuanmrk sendiri supaya –sementara Dia berkarya dalam dan melalui mereka- semua itu dan hanya itu yang dikehendaki-Nya sdr dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh. (Konsili Vatikan II, DV 11). Faktor yang digunakan untuk mengakui bagian-bagian teks sebagai Kitab Suci adalah penerimaan umum Gereja atas teks-teks itu. Dalam komunitas Kristen, ada kesepakatan: “Ya, melalui teks ini Allah sendiri berbicara kepada kita- teks ini diilhami oleh Roh Kudus!” Tulisan-tulisan Kristen asli yang sungguh-sungguh diilhami oleh Roh Kudus telah diterapkan sejak abad ke-4 menjadi Kitab Suci. Ituah yang kemudian disebut --> KANON KITAB SUCI.

15. Bagaimana boleh Kitab Suci "benar" jika ada hal-hal tertentu yang tidak benar?

Kitab Suci tidak dimaksudkan untuk menyampaikan kepada kita informasi sejarah atau penemuan ilmiah. Lagi pula, para pengarangnya hidup pada waktu dan situasi tertentu. Mereka membagikan gagasan-gagasan budaya dari dunia sekitar mereka yang sering pula diliputi kesalahan-kesalahan. Namun demikian, setiap hal yang harus diketahui manusia mengenai Tuhan dan jalan keselamatan termuat dalam Kitab Suci dengan kepastian yang tidak dapat salah. [106-107, 109]

16. Bagaimana cara yang benar dalam membaca Kitab Suci?

Cara yang benar untuk membaca Kitab Suci adalah membacanya dengan sikap iman, dengan kata lain, membaca dengan bantuan Roh Kudus. Di bawah bimbingan-Nya, pesan Tuhan sampai kepada manusia. Kitab Suci adalah Sabda Tuhan dan di dalamnya Tuhan berkomunikasi dengan kita. [109-110, 137]

KITAB SUCI adalah surat panjang yang ditulis oleh Allah bagi kita masing-masing-masing. Karena alasan ini, kita harus menyambut Kitab Suci dengan rasa cinta dan hormat yang besar. Pertama, pentinglah untuk dengan sungguh-sungguh membaca surat Tuhan ini; tidak hanya mengambil detail tertentu saja, lalu mengabaikan keseluruhan pesan. Kedua, menafsirkan keseluruhan pesan dengan tetap fokus pada inti dan misterinya: Yesus Kristus, yang dibicarakan oleh Kitab Suci, bahkan Kitab Suci Perjanjian Lama. Ketiga, membaca Kitab Suci dengan iman Gereja.

17. Apa makna Perjanjian Lama bagi umat Kristen?

Dalam Perjanjian Lama, Tuhan menyatakan Diri-Nya sebagai pencipta dan pemelihara dunia serta sebagai pemimpin dan pembimbing manusia ciptaan-Nya. Kitab-kitab perjanjian lama juga merupakan Sabda Tuhan dan Kitab Suci. Tanpa Perjanjian Lama, kita tidak dapat memahami Yesus. [121-123, 128-130, 140]

Dalam --> PERJANJIAN LAMA sejarah besar akan pembelajaran iman dimulai. Sejarah itu pada gilirannya mengambil arah yang pasti dalam --> PERJANJIAN BARU dan tiba pada tujuannya dengan berakhirnya zaman dan kedatangan Kristus untuk yang kedua kalinya. Perjanjian Lama bukan sekedar pengantar bagi Perjanjian Baru. Perintah-perintah dan nubuat-nubuat bagi umat Perjanjian Lama dan janji-janti Perjanjian Lama bagi seluruh umat manusia tidak pernah dicabut. Dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama, kita menemukan harta yang tak tergantikan, yaitu doa-doa dan kebijaksanaan khususnya Mazmur yang kemudian dijadikan bagian dari doa harian Gereja.

18. Apakah makna Perjanjian Baru bagi Umat Kristen?

Dalam Perjanjian Baru, Wahyu Allah terpenuhi. Keempat Injil: Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes merupakan inti dari Kitab Suci, serta menjadi harta paling berharga bagi Gereja. Di dalamnya, Putra Allah menunjukkan Diri-Nya dalam menjumpai kita. Dalam Kisah Para Rasul, kita belajar mengenai permulaan Gereja dan karya Roh Kudus. Dalam surat-surat yang ditulis oleh para rasul, semua segi kehidupan manusia ditempatkan dalam terang Kristus. Dalam Kitab Wahyu, kita melihat akhir jaman. [124-127, 128-130, 140]
Yesus adalah satu-satunya yang ingin disampaikan Allah. Keseluruhan Perjanjian Lama memersiapkan PENJELMAAN Putra Allah. Semua janji Allah mendapatkan pemenuhannya dalam diri Yesus. Menjadi seorang Kristen berarti mempersatukan diri secara lebih dalam lagi dengan hidup Kristus. Untuk melakukan hal itu, orang harus membaca dan menghayati Kitab Suci. Madeleine Delbrel berkata: “Melalui sabda-Nya, Allah memberi tahu kita siapa Diri-Nya dan apa yang Dia kehendaki; Dia mengatakan hal ini dengan tegas dan menyatakannya setiap hari. Ketika memegang Kitab Suci di tangan, kita harus merenungkan bahwa di dalam Kitab Suci ini tinggal Sang Sabda yang ingin menjadi daging dalam kita dan berhasrat memeluk kita, sehingga kita dapat mulai hidup secara bar, dan dalam suasana baru.”

19. Apakah peranan Kitab Suci dalam Gereja?

Gereja memperoleh hidup dan kekuatannya dari Kitab Suci. [103-104, 131-133, 141]

Di samping kehadiran Kristus dalam --> EKARISTI SUCI, tidak ada yang lebih dihormati oleh Gereja daripada kehadiran Allah dalam Kitab Suci. Dalam Misa Kudus, kita mendengarkan Injil dalam posisi berdiri karena yang kita dengar dalam bahasa manusia adalah Sabda Allah.




BAB TIGA: 

MANUSIA MENANGGAPI ALLAH


20. Bagaimana kita bisa menanggapi Allah ketika ia berbicara pada kita?

Menanggapi Allah berarti Mengimani-Nya. [142-149]

Siapa pun yang ingin percaya, memerlukan hati yang siap untuk mendengarkan. Dengan berbagai cara, Allah menghubungi kita. Dalam setiap perjumpaan manusiawi, dalam setiap pergerakan alam, dalam setiap kejadian kebetulan, dalam setiap tantangan, dalam setiap penderitaan, ada pesan terselubung dari Allah untuk kita. Bahkan, Allah berbicara dengan lebih jelas ketika Ia berpaling kepada kita dalam Sabda-Nya atau dalam suara hati kita. Dia menyapa kita sebagai sahabat. Oleh karena itu, seharusnyalah kita menanggapi Dia sebagai sahabat, mengimani dan memercayai Dia sepenuhnya, belajar memahami Dia dengan lebih baik, serta menerima kehendak-Nya tanpa syarat.

21.    Iman, apakah itu?

Iman memiliki 7 ciri:
1)      Iman adalah suatu rahmat cuma-cuma yang kita terima saat kita dengan sungguh-sungguh memohonkannya.
2)      Iman merupakan kukuatan adikodrati yang mutlak diperlukan jika kita ingin mencapai keselamatan.
3)      Iman menuntut kehendak bebas dan pemahaman yang jelas dari seseorang ketika menerima undangan Ilahi.
4)      Iman merupakan kepastian yang mutlak karena Yesus menjaminnya.
5)      Iman tidaklah sempurna kecuali jika mengarah pada cinta kasih yang aktif.
6)      Iman bertumbuh saat kita semakin cermat mendengarkan Sabda tuhan dan memasuki hubungan yang khusyuk dengan Dia dalam doa.
7)      Iman memberi kita kesempatan untuk mencicipi kegembiraan surgawi.
[153-165, 179-180, 183-184]

22.    Bagaimana orang berproses dengan imannya?

Orang yang beriman mencari kesatuan pribadi dengan Allah, dan siap memercayai Allah dalam segala hal yang dia tunjukkan (wahyukan) mengenai Diri-Nya. [150-152]

Saat mulai beriman, sering kali orang merasakan bahwa dunia yang tampak dan pembicaraan mengenai setiap hal terasa tidak sesuai dengan hasrat imannya. Ia merasa disentuh oleh suatu misteri, mengikuti jejak yang mengarah pada keberadaan Allah, dan perlahan-lahan menemukan rasa percaya Diri-Nya untuk berbicara kepada Allah, dan akhirnya mempersatukan diri dengan Allah dalam kebebasan. Dalam Injil Yohanes, dikatakan: “Tidak seorang pun pernah melihat Allah, tetapi Anak Tunggal Allah yang di pangkuan Bapa, Dialah yang mengatakan-Nya” (Yoh 1:18). Itulah alasan mengapa  kita harus mengimani Yesus, Putra Allah, jika kita ingin mengetahui siapakah Allah yang ingin berkomunikasi dengan kita. Beriman berarti menerima Yesus dan mempertaruhkan keseluruhan hidup kepada-Nya.

23.    Apakah iman bertentangan dengan ilmu pengetahuan?

Iman dan akal budi tidak bertentangan karena tidak mungkin ada dua macam kebenaran. [159]

Tidak ada kebenaran iman yang bertanding dengan kebenaran ilmu pengetahuan. Hanya ada satu kebenaran, baik yang merujuk pada alasan ilmu pengetahuan maupun iman. Allah menghendaki agar akal budi kita gunakan untuk mengenali tata susunan dunia, sama seperti kehendak-Nya atas iman. Itulah sebabnya Iman Kristen menuntut dan mendorong ilmu-ilmu (kodrati). Iman ada supaya kita dapat mengetahui kenyataan yang melampaui akal budi. Iman mengingatkan ilmu pengetahuan bahwa ilmu pengetahuan seharusnya mengabdi pencipta dan tidak menempatkan dirinya sebagai pengganti Allah. Ilmu pengetahuan harus menghormati martabat manusia, bukan malahan merendahkannya.

24.    Kita harus bersikap bagaimana terhadap Gereja?

Tak seorangpun dapat beriman sendirian, sebagaimana kenyataan bahwa tak seorang pun dapat hidup oleh dirinya sendiri. Kita menerima iman dari Gereja dan menghayatinya dalam persekutuan dengan umat yang kepadanya kita (saling) berbagi iman. [166-169, 181]

Iman bersifat pribadi, namun bukan hal yang eksklusif. Siapa saja yang ingin beriman, harus mampu mengakui baik "iman saya" maupun "iman kami" karena iman yang tidak bisa dibagikan atau tidak bisa dikomunikasikan kepada orang lain adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Iman pribadi seseorang disatukan di dalam Gereja.  Iman pribadi tidak pernah menyangkal iman Gereja, mengapa? Karena Gerejalah yang meneruskan iman sejak abad pertama hingga bisa diterima oleh seorang pribadi. Gereja jugalah yang menjamin iman yang benar jauh dari kepalsuan dan kesalahan. Gereja jugalah yang membuat iman itu bersinar terus menerus sepanjang zaman. Beriman berarti ambil bagian dalam keyakinan bersama. Iman orang lain mendukung imanku, dan sebaliknya semangat imanku memperkuat dan memperteguhkan iman orang lain. Gereja menekankan kata “Aku” dan “Kita” untuk iman, dengan menggunakan dua pengakuan iman dalam liturgi: SYAHADAT PARA RASUL -->Syahadat yang dimulai dengan “Aku Percaya” (Credo), dan PENGAKUAN IMAN NIKEA-KONSTANTINOPEL, yang dalam bentuk aslinya dimulai dengan “Kami Percaya” (Credimus)


.............bersambung............

Naskah “Katekismus Populer ini” disalin oleh Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Palembang dari buku YOUCAT INDONESIA; Katekismus Populer,  Penerbit Kanisius, ISBN: 978-979-21-3424-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar