Minggu, 31 Juli 2011

“Thank You Lord for Giving Us Antioch” (RR_1)


“Thank You Lord for Giving Us Antioch”


Thank you Lord for giving us Antioch (3 x)
Right were we are.
Alleluya praise the Lord (3 x)
right were we are.

Ini adalah lagu kebangsaaan gerakan Antiokhia


Inilah kisah Atnasus ketika masih SMA dalam mengikuti sebuah weekend Antiokhia. Antiokhia adalah suatu gerakan yang menyasar remaja dalam pembinaan iman. Semangat yang diusung adalah bagai jemaat di antiokia yang antusias dalam pewartaaan iman. Materi yang disampaikan bermacam-macam, Atnasus lupa karena kejadiannya sudah lebih dari 15 tahun lalu berlangsung. Yang Atnasus tak akan lupa adalah metode kegiatan tersebut. Bagaimana sih antiokhia dijalankan sampai-sampai Atnasus masih terkesan.

Bagi Atnasus, yang saat itu hidup di kota kecil, jarang, atau bahkan tak pernah ada kegiatan penembangan iman selain bermetode pendalaman iman atau pendalaman kitab suci. Acara yang sudah sering diikuti Atnasus yha seperti lazimnya dibuat menjelang Paskah dan Natal, serta pada bulan kitab suci. Duduk, lagu pembukaan, renungan, bacaan kitab suci/injil, sharing, doa, lagu (dari madah bhakti) begitu lah rupanya. Barangkali bagi beberapa atau sebagian besar anak muda bisa membuat bosan. 

logo Antiokhia

Ketika Atnasus ditawari ikut weekend Antiokhia di kota Tegal, ikut saja dia, karena penasaran dan ingin mencari teman-teman baru. Dari stasi brebes, tempat Atnasus bermukim, hanya ada 2 orang mudika yang ikut. Week end Antiokhia dilaksanakan dua hari satu malam bertempat di komleks sekolah katolik, yang juga kebetulan dekat dengan gereja. Format penyampaian materi sederhana dan diulang-ulang untuk tiap materi. Membosankankah, oooo tidak, karena materi selalu berubah, dan kadang presenternya pun berganti. Tiap satu materi disampaikan oleh sebuah tim presenter yang terdiri dari 1 atau 2 orang remaja, sepasang suami istri yang melambangkan orang tua dan seorang rohaniwan, bisa romo atau suster. 3 pihak ini lah yang menggambarkan kehidupan komplet, anak, orang tua dan gembala umat. Tiap pihak menyampaikan pengalamannya tentang suatu tema. Ada pengalaman menyenangkan, lucu, tragis, penyesalan, keberhasilan, dan sebagainya. Atnasus larut dalam tiap materi karena tampaknya tiap presenter sudah mempersiapkan sungguh sehingga cerita/pengalaman yang dipilijh dan disampaikan memang sangat pas dibenak peserta. Apalagi jika penceritaan pengalaman, biasanya melibatkan emosi presenter, hal yang menambah khusyuk transformasi inspirasi.

Setelah 3 pihak sharing, dilanjutkan dengan sharing kelompok mendiskusikan atau membagikan pengalaman sesuai dengan tema, pada teman-teman sekelompok. Sharing dipandu oleh seorang fasilitator untuk tiap kelompoknya. Karena baru saja disuguhi sharing yang berkualitas, makan sebagian besar peserta juga tak ragu lagi untuk berbagi dan saling menguatkan iman. 

Acara yang ditunggu Atnasus adalah menyanyi, yha, menyanyi dengan gerakan. Sebagian lagu asing bagi Atnasus namun lagu dan syair yang sederhana menjadikan lagu tersebut mudah diingat, apalagi hampir semuanya mengandung gerakan. Proses gerak dan lagu dijalankan sesudah dan sebelum sesi materi, tidak sekedar selingan, tapi malah juga menjadi satu sesi menyanyi, 3 sampai 6 lagu biasa dinyanyikan. Kalau misalnya 5 lagu dinyanyian dengan gerakan yang energik, itu sudah sama saja dengan olahraga ringan.  Hilangkan kemaluanmu, lho, ya… para fasilitator mengajarkan bahwa bernyanyi dengan penuh semangat, penuh perasaan dengan gerakan sepenuh tubuh membuat suasana menjadi semarak. Tanpa malu mereka melakukan berbagai gerakan secara semangat, hasilnya, seluruh peserta dan fasilitator terbawa dalam suasana ceria. Atnasus yang diawal acara masih malu dan tidak menyangka bahwa akan ada banyak nyanyian bagus mulanya ragu-ragu untuk ikut menggerakkan badan sambil menyanyi, eh kebalik, menyanyi sambil menggerakkan badan. Toh pada akhirnya dia larut juga dan ternyata sangat mengasyikkan.  Momen seperti itulah yang belum pernah Atnasus rasakan, menyanyi dengan gerakan secara total.

Usai sesi menyanyi, materi dilanjutkan lagi dengan penyampaian topik lain. Biasanya presenter juga berganti namun tetap merepresentasikan pihak remaja, orang tua dan rohaniwan. Suasana kembali serius saat penceritaan, hidup saat sharing kelompok dan kembali meledak-ledak saat gerak dan lagu. Demikian dilakukan berulang-ulang, namun tidak membosankan. Stok lagu banyak, sehingga dalam satu acara weekend, Atnasus sampai mendapatkan duapuluhan lagu baru yang sekaligus dihapal dengan gerakannya. Luar biasa. Ada banyak hal yang diingat dan dikenang Atnasus ketika dia melakukannya dengan sepenuh hati.

Tujuan Antiokhia adalah untuk membantu kaum muda dalam mengembangkan kasih Yesus dan gerejaNya melalui suatu pengalaman persekutuan. Sedangkan tujuan dari Week End Antiokhia adalah untuk membantu menemukan jati diri kita sebagai pengikut Kristus. Melalui Week End, kita di ajak untuk merenungkan cinta kasih Kristus melalui pengorbananNya di kayu salib. Yang tercermin melalui orang tua, guru, teman, Romo, dan ciptaan Tuhan lainnya.

Semboyan Antiokhia adalah "we are growing together in love" dan "one for others". Semboyan ini menunjukkan bahwa kita hendak membangun kerjasama dan persahabatan dalam cinta kasih Kristus. Kita tentunya saling membutuhkan satu sama lain. Perbedaan yang ada hendaknya tidak menjadi pemecah persaudaraan, melainkan untuk memperkaya, memperindah, dan saling melengkapi dalam kehidupan bersama.

Metode penceritaan/sharing pengalaman pribadi adalah salah satu metode yang efektif dalam menyampaikan suatu materi/pesan moral maupun pesan iman. Ketika seseorang (tanpa ragu dan malu) menceritakan dirinya, maka dia punya kesadaran untuk berbagi pengalaman demi memberi inspirasi bagi mereka yang mendengarnya. Dari sisi pendengar, pasti dia mempunyai  kesan posistif terhadap presenter, suatu kesan yang sangat mendukung proses transformasi nilai. Tidak sekedar bercerita, namun sangat baik bila apa yang hendak diceritakan sudah emelalui refleksi sehingga cerita/kisah menjadi hidup, mengalir, tanpa kesan dibuat-buat. Beberapa kisah mungkin menghantarkan penceritanya pada tangisan karena terbawa emosi, ndak masalah, justru itu menunjukkan bahwa kisah peristiwa yang dia kisahkan benar-benar mempunyai dampak padanya. Pengisahan pengalaman pribadi dengan diri sendiri sebagai subyek lebih dahsyat efeknya daripada seseorang menceritakan suatu teori, pandangan, maupun kisah orang lain. Tentu saja semua kisah pribadi tadi dibalut dengan nilai-nilai iman/moral dengan bahasa yang pas. Coba deh, pasti memberi nilai lebih bagi pendampingan kita.

1 komentar: