Senin, 15 Agustus 2011

Hendaklah Kamu Berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia


Laporan Kegiatan Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Palembang 

Outbound Remaja HKBP Palembang, Podomoro, Sabtu 2 Juli 2011

1.                   
Nama kegiatan
Outbound Remaja HKBP Palembang,
Salah satu sesi dalam Retreat selama 3 hari 2 malam.

2.                   
Tema kegiatan/ Outbound
Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.
Kolose 2:7
3.                   
Kepesertaan
35 remaja HKBP Mayor Salim Batubara Palembang
4.                   
Fasilitator
1.       Agustinus Susanta; Konseptor & Fasilitator Utama
2.       Maria Vivi; Fasilitator
3.       Abi; fasilitator
4.       Yan Fransisco; fasilitator
5.       Beni; fasilitator 

5.                   
Waktu
Sabtu, 2 Juli 2011 pukul 07.30 – 15.00

6.                   
Tempat
Wismalat Podomoro

7.                   
Materi & Kronologi acara
1)      08.00 – 09.00 à Ice breaking. Mangga Keranjang & Terowongan Cinta

2)      09.00 – 10.20 Outbound sesi I; 2 permainan yang dimainkan bersama oleh 4 kelompok dalam 2 pos
1.       TAPAK BUMI; Kolose 4:12 Salam dari Epafras kepada kamu; ia seorang dari antaramu, hamba Kristus Yesus, yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu, supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah.
Tapak Bumi;  Peserta secara berkelompok menapak bumi sesuai ketentuan fasilitator.


2.       KERETA BUTA; Kolose 1:13 Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih;

Kereta Buta, Peserta mengitari kolam dengan mata tertutup dan saling berpegangan bahu, dipimpin hanya dengan gerakan masinis di belakang yang matanya terbuka.

3)      10.20  – 11.00  Dinamika bersama & Snack
TALI KASIH; Kolose 3:14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.
3:15 Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.

Tali Kasih; Mengantarkan tali terikat dari satu leher ke leher lainnya hanya dengan gerakan badan.

4)      11.00 – 13.00  Outbound sesi II; 4 permainan yang dimainkan bersama oleh 4 kelompok dalam 4 pos
1.       KOMUNIKATA; Kolose 2:4 Hal ini kukatakan, supaya jangan ada yang memperdayakan kamu dengan kata-kata yang indah.

Komunikata; menggambar dengan benar, sesuai petunjuk teman yang menjadi komunikator
.
 2.       SULUR MAUT; Kolose 2:18 Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi,
2:19 sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya.

Sulur maut; melewati sulur di atas atau bawah tanpa menyentuhnya, dengan tangan/ anggota tubuh anggota kelompok saling berhubungan.

3.       PESAN BERANTAI; Kolose 3:9 Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya,

Pesan Berantai; Estafet menyampaikan pesan dari ayat-ayat kitab suci.


4.       PERINTAH ORANG TUA; Kolose  3:20 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan.


Perintah Orang Tua; Menuruti perintah/ apa kata fasilitator;
1. berdiam selama 1 menit
2. saling mendoakan,
3. memungut sampah (plastik, dedaunan)
4. menyebutkan dan mendiskusikan 5 tindakan kasih.
5)      13.00 – 14.00: Istirahat, makan siang.

6)      Pemaknaan, dilakukan secara audiovisual dengan pemutaran cuplikan tiap dinamika untuk kemudian dimaknai.

Demikian laporan ini kami susun sehingga dapat memberi gambaran tentang kegiatan Pendampingan rohani berbasis Experiential learning/ outbound.

Mengetahui,
Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Palembang



Leonardus Sutrisno
Palembang, 27 Juli 2011
Yang membuat laporan



Agustinus Susanta

Sabtu, 13 Agustus 2011

BAE, Mata Uang Serbaguna


Jika Indonesia punya Rupiah sebagai satuan mata uang, maka Komkep Keuskupan Agung Palembang juga punya mata uang khusus, bernama BAE. Mata uang ini sudah sering digunakan dalam berbagai kegiatan yang diadakan Komkep. Bae, apakah ada maksudnya. Bae adalah bahasa Palembang yang setara dengan “wae” dalam bahasa jawa, dan “saja” dalam bahasa Indonesia. Atnasus sebagai pengide memilih kata “Bae” sebagai ungkapan santai saja. Misalnya, “berapa hadiah yang dimenangkan dalam permainan ini?” “Oooo Seribu Bae.” “Jika melanggar batas, maka kelompok kalian dikenai denda Lima Ratus Bae” kedengarannya enak gitu lho.


Uang Bae adalah mata uang kesekian yang diciptakan oleh Komkep. Pernah waktu kegiatan di Curup, Komkep membuat uang Cubeng, singkatan dari Curup Bengkulu, sebagai penanda lokasi kegiatan. Pernah juga ketika beracara di Desa Sindang, Komkep mengeluarkan uang “Sin” yang merupakan singkatan “Sindang”. Satu lagi mata uang yang juga pernah beredar namun kini sudah ditarik dari peredaran adalah “Arum” yang digunakan ketika berkegiatan di Tegal Arum.

Mata uang yang pernah beredar rata-rata terbuat dari kertas dengan fotokopi nilai uang tersebut. Misalnya 5 bae, 10 Bae, 50 bae, 100 bae, dan 500 bae. Pernah juga uang dibuat dari kertas manila berwarna yang diprint sehingga tertampil berwarna, keren. Mata uang bae, yang sampai kini masih berlaku terbuat dari kertas fotokopian yang dilaminating, sehingga awet. Berkali-kali bae digunakan dalam cuaca terik, hujan, dalam kondisi basah kecemplung kolam, berlumpur, maupun kena tanah, mudah sekali dibersihkan. Bahkan pernah saking kotornya uang bae setelah digunakan untuk outbound, maka diadakan acara pencucian uang. Seluruh uang dimasukkan ember bersabun, diaduk-aduk sampai bersih, beres deh, tinggal mengeringkan. Namun sayang lama-kelamaan jumlah uang bae mulai berkurang, mungkin hilang terjatuh, terbawa peserta outbound sebagai kenang-kenangan, atau ada yang menyimpan terlalu rahasia sampai malah tak bisa ditemukan.  Sudah saatnya menerbitkan Bae edisi 2010.


Sebenarnya untuk apa sih uang bae itu, kok repot-repot amat merekayasanya. Oooo banyak sekali gunanya, terutama untuk memperlancar proses latpim atau outbound. Paling sering bae digunakan untuk perwujudan kompensasi atas prestasi seseorang/kelompok dalam menyelesaikan permainan. Misalnya tiap memasukkan 1 bola dalam ember, maka pemasuk mendapat 50 bae sebuah ganjarannya. Tinggal dihitung saja nanti prestasinya, lalu berikan lembar-lembar baenya, praktis. Kerap juga bae digunakan dalam satu rangkaian proses latpim sebagai penanda sejauh mana peserta berdinamika. Misalnya jika peserta datang tepat waktu ke ruang materi, maka tiap orang akan mendapat 10 bae, langsung, sebaliknya yang terlambat didenda 20 bae. Atau jika ada peserta yang mempunyai kinerja tertentu bisa diberi hadiah sekian bae.  Apakah jumlah bae menandakan keunggulan seseorang, tergantung konsep acaranya. Karena pernah juga ditawarkan dalam tengah-tengah proses, “terjadi bencana alam, banjir di suatu daerah, kerusakan parah, membutuhkan pertolongan, siapa yang mau menyumbangkan baenya, terserah berapa saja”. Ada yang menyumbang banyak, ada yang sedikit, ada yang tidak menyumbang, semua yang ditawari punya pertimbangan masing-masing dalam konteks proses tersebut, ndak masalah.


Prinsip utama bae adalah mendekatkan peserta dalam sebuah proses latihan/outbound pada realita kehidupan yang memang membutuhkan rupiah/uang. Banyak hal yang kita putuskan/pilih terkait dengan konsekuensi pendapatan atau pengeluaran. Kerja keras yang menghasilkan prestasi tertentu layak diganjar dengan uang/bae, namun sebaliknya, kegagalan dapat menyebabkan bae/uang kKita melayang. Dalam pengalaman, bae sangat membantu proses, terlebih dalam kegiatan yang berdurasi 2 hari atau lebih. Akumulasi, penambahan dan pengurangan bae senantiasa membuat alur tersambung dan berkesinambungan. Emosi peserta bahkan dapat teraduk-aduk jika sudah berurusan dengan bae, suatu hal yang di satu sisi baik untuk menginternalisasi suatu materi/nilai-nilai. Paling sering, bae digunakan untuk membeli makan dan menyewa peralatannya. Ketika itu diterapkan secara ketat, maka yang berbae banyak layak makan dengan nyaman, sebaliknya mereka yang miskin, siap-siap deh makan dengan menu dan alat yang minim, bahkan kurang. 

Mendekatkan realita kehidupan dalam sebuah proses pembinaan adalah salah satu metode yang bisa kita coba. Tiap apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) peserta memberi konsekuensi terhadap prestasi dia. Ketika kita bisa melakukan penandaan/pencatatan dengan efektif, hal itu sangat membantu proses. Hal yang relatif mudah jika suatu pembinaan diikuti sedikit peserta, kurang dari 20an. Namun jika suatu kegiatan diikuti banyak peserta dengan ritme yang cepat, maka perlu dicari suatu penanda yang efektif. Pencatatan prestasi tiap peserta pada tiap sesi memang bisa dilakukan jika sumber daya memungkinkan, walau itu merepotkan. Kreativitas akan membawa kita pada satu solusi yang praktis, sehingga diskusi atau proses dapat lebih terkonsentrasi pada konten daripada waktu dihabiskan hanya untuk menghitung dan memberi tanda. Uang adalah realita kehidupan yang memberi implikasi sangat dominan. Membuat suasana pembinaan dengan unsur semacam “uang” dengan segala implikasinya merupakan ide yang patut dicoba.

Outbound di Sawah, Siapa Takuuut.


 Pengalamn memanfaatkan kondisi alam untuk pengembangan diri, dialami Atnasus ketika mendampingi outbound mudika di distrik Cubengtuling (Curup, Bengkulu, Tugumulyo, dan Lubuk Linggau) yang sedang mengadakan acara 2 tahunannya. Semua daerah yang disebut tadi masuk dalam Dekanat III Keuskupan Agung Palembang, separo masuk provinsi Bengkulu, separo lagi ada di Provinsi Sumatera Selatan. Tahun 2009, acara dilaksanakan di stasi Arga Makmur, Bengkulu.

Ketika itu ketika Komkep diminta mengisi acara outbound. Sekali Martin survey, sekali rapat dengan tim inti di Palembang, sekali kontak dengan panitia lokal, sekali lagi survey pada H-2, dan sekali briefing dengan seluruh fasilitator, jadilah outbound itu. Mengapa outbound? Panitia sudah mempunyai cara pikir tersendiri, mengapa outbound dijadikan suatu materi. Alasan kerjasama, kepemimpinan, dan keakraban adalah hal yang wajib ditingkatkan dalam acara tersebut. Waktu 3 hari 2 malam dengan berbagai acara dan materi menjadi arenanya, dan outbound menjadi salah satu andalannya. Berhubung panitia lokal sudah mengurusi banyak hal, maka khusus outbound dimintakan pendampingan dari Komkep, no problem.

Kisah ini hanya akan membatasi pada pemanfaatan kondisi alam untuk menunjang kegiatan outbound. Cerita tentang skenario dan teknis outbound mudah-mudahan bisa kita nikmati dalam lain cerita.

Flying fox, memanfaatkan pohon kelapa, dan pohon-pohon lain yang telah ada di lokasi berbukit dan lembah
·       
  Domba serigala, memanfaatkan sawah yang telah dipanen, lembut, berrumput, dan menjebak terperosok jika kurang hati-hati.
Trust fall memanfaatkan beda ketinggian terasering sawah
Menara air memanfaatkan air sawah

Tanaman beracun pada sungai berair jernih, sehingga tak ragu peserta untuk masuk ke air

Bola olala memanfaatkan kolam irigasi
Bom nuklir menggunakan batu, serat dahan pisang, dan botol bekas air minum.
Titian tali memanfaatkan pohon-pohon pinang, serta kedalaman sawah

Atnasus merancang 12 pos dalam 3 area, darat, laut, dan udara, yang masing-masing diisi 4 pos. Diatur sedemikian rupa sehingga area menyerupai segitiga besar. Ada bukit, kebun kelapa sawit, kebun kopi, ladang, sawah dengan padi menghijau, sungai, bukit, dan semak semak. Diantara segala keindahan lam itu, 200 orang lebih bergembira bermain dari pukul 6 pagi sampai setengah 12. Pada tengah hari seusai segala permainan yang melelahkan namun mengasyikkan, setelah diadakan refleksi proses oleh martin, makaaaaaan. Dimana? Yha di kebun sawit, berteduh di kerindangan pohon kelapa sawit. Bagaimana teman-teman, sederhana dan mudah bukan? Namun sebagai catatan, Komkep Keuskupan Agung Palembang bisa melakukan demikian setelah pengalaman melakukan berbagai pendampingan outbound puluhan kali sejak tahun 2003 sampai 2009. Salah satu manfaatnya adalah dapat merancang kegiatan secara efektif dan efisien.

Pipa Bocor dengan air dari sungai.

Permainan Kreativitas dan konsentrasi, bertempat di dangau sawah.

Tapak Bumi di bawah gerumbul pohon

Susun Huruf di tanah lapang berrumput.

Hulahop 3 jurus, di padang gembalaan, dengan selingan pupuk alam peninggalan sapi-sapi.


Kisah ini mudah-mudahan menjadi satu inspirasi bagi Kita, bahwa untuk merancang outbound, dapat dilakukan dimana pun. Ada kalanya Kita terikat pada suatu lokasi untuk penyelenggaraan acara, sehingga bagi Kita, bijaksana jika tiap mata acara menyesuaikan dengan lokasi tersebut. Pilihan ada pada Kita, mau merutuki lokasi kegiatan, atau membuat lokasi yang ada menjadi sarana pengembangan rohani secara efektif. Bisa kok.

Makan siang bersama di kebun sawit

Gerobak



Kondisi dan perlengkapan yang ada di sekitar kita, dapat juga digunakan sebagai sarana untuk menginternalisasi nilai-nilai iman. Gerobak pun bisa dimanfaatkan sebagai peralatan permainan yang canggih dan tepat sasaran.

Saat itu tahun 2004, Atnasus dan teman-teman sedang survey untuk menyusun outbound mudika, di suatu desa. Ketika melewati kebun karet, terlihatlah sebuah gerobak yang terparkir dengan manis di suatu halaman rumah. Atnasus memproses penglihatan itu dalam otaknya, dibaurkan dengan tujuan outbound. Ting…. Muncullah ide untuk memanfaatkan gerobak itu. Ketika dikonfirmasi pada sang pemilik yang membolehkan gerobaknya ikut outbound, senanglah Atnasus. Untuk apa gerobak itu?

Permainan itu bernama “Gerobak Sapi” yang bertujuan 3 hal. Pertama memberi simulasi betapa Tuhan sebenarnya dapat mengendalikan hidup kita yang kadang tertimpa kesusahan sehingga dunia seakan gelap tanpa titik terang. Kedua, melatih kepercayaan antar anggota kelompok. Ketiga, melatih komunikasi yang efektif antar anggota kelompok sehingga dapat mencapai tujuan bersama. Tiga tujuan tersebut akan direfleksikan oleh fasilitator yang bijaksana. Bagaimana gerobak dapat memfasilitasi 3 tujuan tersebut?

Seorang peserta dipercaya menjadi Sapi (dipercaya, kok menjadi sapi) lainnya 3-4 orang naik ke gerobak. Sapi, gerobak, dan penumpangnya bertujuan mencapai suatu tempat yang berjarak kira-kira 40 meter dari titik mulai. Sebenarnya sesuatu yang sangat mudah dicapai, selama si sapi punya tenaga cukup. Namun tantangan menjadi menarik ketika sapi harus ditutup matanya. Jadi sapi akan menarik gerobak dan penumpangnya dengan mata tertutup, berjalan hanya mengandalkan petunjuk si sais/pengemudi gerobak. Ini baru permainan namanya. Dimana rutenya? Di jalan setapak di sela-sela pohon karet. Resiko cukup tinggi karena rombongan bisa salah jalur, menabrak pohon karet, terguling atau tidak kemana-mana karena ragu.
 
Apa relevasnsi dengan 3 tujuan tadi? Jelas. Sapi, menggambarkan manusia yang dalam kegelapan, namun si sais yang digambarkan sebagai (Firman) Tuhan sebenarnya senantiasa memberi petunjuk yang tepat. Selama sapi, eh, manusia mengikuti petunjuk dengan tepat, maka akan sampailah dia di kehidupan yang penuh dengan sukacita. Dua, kepercayaan adalah hal yang mutlak diyakini oleh tiap pemegang peran. Sapi mesti percaya pada sais yang pasti tak ingin tersungkur. Sais dan penumpang juga mesti percaya bahwa sapi  yang buta itu dapat membawa mereka semua mencapai tujuan. Tanpa kepercayaan, yang terjadi adalah ketidakberesan yang mengakibatkan misi gagal. Ketiga, walau sudah saling percaya, namun tanpa komunikasi yang baik, proses bisa berlarut-larut, bahkan gagal. Cara mengomunikasikan kemana sapi harus melangkah perlu dilakukan oleh sais secara seksama, demikian juga sebaliknya, sapi harus semaksimal mungkin mencoba memahami apa yang dikatakan oleh sais. Salah komunikasi bisa berakibat fatal.
 
Ternyata, banyak hal yang sekitar kita yang dapat digunakan sebagai sarana penunjang kegiatan. Hal-hal sederhana dibalut dengan sebuah ide yang kuat, dapat menjelma menjadi sarana yang efektif mengantarkan peserta permainan dalam internalisasi nilai, baik secara iman maupun sosial. Tak lupa, secerdas apa pun ide Kita, akan lebih maksimal jika fasilitator memfasilitasi peserta untuk mencapai pemahaman terhadapnya. Jika hanya asal main tanpa refleksi, sayang, deh… bisa-bisa peserta hanya menangkap kesan bahwa dia hanya dikerjain fasilitator.