Kamis, 11 Agustus 2011

Pemilihan Kapten



Kisah ini terjadi di Paroki Tugumulyo, Musi Rawas, Sumsel, pada 17-19 Maret 2007 ketika ada acara latihan kepemimpinan mudika. Komposisi pendamping kegiatan adalah Atnasus dan Martin yang berangkat dari Palembang, adalah pendamping latpim dari komisi kepemudaan yang memang diundang pastor paroki. Lalu ada Hedi, seorang angkatan laut, yang berangkat naik sepeda motor dari Bengkulu. Seorang pendamping lagi adalah Romo Marmidi SCJ yang juga jadi pastor paroki. 

Pola dan konsep latpim mirip PRM dalam hal pembagian, masih ingat cerita tentang PRM di Unika Soegijapranata, khan. Di tugumulyo, peran semacam dirigen disebut Moderator, tatib disebut penegak disilplin, sedangkan tim materi diisi oleh semua pendamping. Sementara itu, tim operasional dikelola oleh para pendamping mudika, mereka itulah yang jadi panitia. Ada satu lagi peran yang sangat krusial pada Latpim, yaitu yang disebut kapten, yang merupakan pemimpin atau coordinator peserta..

Supaya lebih jelas Kita simak yha

Moderator, berperan sebagai pengarah acara latihan, sekaligus memberi beberapa materi kepemimpinan dan kerohanian. Moderator berposisi netral, di tengah antara kepentingan panitia/ dewan paroki penyelenggara latpim dengan kepentingan peserta. Tugas utamanya merumuskan materi dan membawakan latihan kepemimpinan sesuai rencana.

Kapten, adalah pemimpin atau perwakilan peserta yang memperjuangkan kepentingan peserta. Apa kepentingan peserta? Mengikuti rangkaian latihan kepemimpinan secara lancar supaya tiap peserta mencapai tujuan latihan. Kapten dianalogikan sebagai kapten kesebelasan sepak bola yang mengoordinir teman-temannya dalam bermain sepak bola. Kapten di latpim ini juga mengatur teman-temannya sesama peserta supaya mengikuti latpin sesuai aturan main.

Penegak Disiplin, adalah seorang (cukup seorang) yang  senantiasa mengawasi peserta supaya bertindak sesuai aturan main yang sudah disepakati. Penegak disiplin mempunyai hak menegur, mengingatkan, sampai memberi sanksi bagi peserta yang melanggar disiplin. 

Dalam konteks latpim, dikondisikan kapten di pihak peserta, berhadapan dengan penegak disiplin, dan moderator sebagai penengah. Kapten dipilih oleh peserta, boleh dari antara peserta sendiri, ataupun diantara pendamping. Proses penentuan peran itu sendiri dilakukan bersama peserta, sekaligus menjadi satu sesi negosiasi, apa pula maksudnya?

Pada awal proses, Martin tampil mewakili para pendamping menjelaskan maksud dan tujuan latpim, serta beberapa peran yang akan terlibat selama proses. Lalu peserta  dipandu untuk memilih kapten terlebih dahulu, siapa diantara 4 pendamping yang akan dipilih? Ketika peserta  telah berdiskusi dan berinteraksi, serta lobi-lobi, mereka hampir aklamasi memilih Atnasus sebagai kapten mereka, tiba-tiba Martin mengintervensi bahwa dialah yang paling layak menjadi kapten. Dia lalu mengunggulkan dirinya dengan banyak dalih.
Peserta terperangah dan terjadi diskusi yang menghangat, lalu memanas. Peserta mulai terpecah, ada yang pro Atnasus, ada yang pendukung Martin, lalu belakangan muncul usulan Romo Marmidi SCJ supaya menjadi kapten mereka. Terjadi adu argumen antar peserta, yang dipanas-panasi oleh Martin, Atnaus, maupun Romo  Marmidi sendiri. Makin malam makin panas suasana pemilihan kapten, hal yang memang dikondisikan oleh para pendamping. Mungkin mirip para anggota DPR yang sedang memilih ketua Pansus Bank Century.

Akhirnya peserta terpecah menjadi 2 kubu besar, pemilih Martin dan Pemilih Romo Marmidi. Lantaran Martin melarang voting, melalui negosiasi yang alot akhirnya peserta secara aklamasi memilih Romo Marmidi SCJ menjadi kapten mereka. Semua pendamping pun setuju dengan hasil proses. Martin lalu mengarahkan peserta untuk memilih peran lainnya. Proses terjadi tanpa perdebatan panjang. Martin menjadi Moderator, Hedi yang seorang angkatan laut disepakati menjadi penegak disiplin, dan Atnasus menjadi tim materi biasa.
Manfaat apa yang dapat dipetik dari proses yang sebenarnya bisa disederhanakan tersebut? Kalaui mau, peran sudah dibagi tanpa berurusan dengan peserta. Tinggal disodori, “Hai peserta, dalam latpim ini ada beberapa peran, Romo Marmidi menjadi ini, Martin menjadi Itu,….” Yakinlah peserta juga tidak ambil pusing dengan perkara para mendamping mau menjadi apa, yang penting mereka ikut saja.
Satu hal yang sudah sering teramati ketika mendampingi latpim adalah memancing peserta untuk  berbica, kalau perlu beradu pendapat, bahkan berdebat. Proses pemilihan kapten yang hampir memakan waktu 2 jam itu akhirnya mau tidak mau, suka tidak suka membuat lebih banyak peserta angkat bicara, baik sekedar untuk menyampaikan pendapatnya, atau menyatakan sudah lelah dengan proses yang tak kunjung selesai padahal hanya untuk memilih kapten. 

Hal lain yang pada akhir proses latpin disampaikan pada peserta adalah, bahwa kondisi real di masyarakat, kadang banyak intrik, permainan kata, serta permainan logika demi seseorang mendapatkan posisi tertentu yang dianggap menggiurkan. Jika para OMK tidak dilatih berpikir kritis, mana mungkin orang muda dapat bersikap dan berprinsip. Hal terakhir yang ingin dicapai dalam proses itu adalah walau ada perbedaan pandangan, namun sebaiknya demi kepentingan bersama, tiap pihak mampu melihat dan menerima hal-hal positif dari pendapat orang lain, lalu akhirnya dengan sadar mengambil kesepakatan untuk mufakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar