Senin, 01 Agustus 2011

Bidang I vs Bidang III


Ini kisah tentang perselisihan panitia dalam menyelenggarakan kegiatan pembinaan kaum muda, tepatnya kegiatan Temu Akbar Kaum Muda atau TAKM 2004. Panitia membagi diri menjadi 3 bidang. Bidang I ngurus materi dan acara, bidang II ngurus pendanaan dan operasional, dan bidang III yang dijabat tuan rumah ngurusi akomodasi, dan konsumsi. Bidang I dan II mayoritas dijabat teman-teman dari kota Palembang, sedangkan bidang III oleh teman-teman dari Paroki Baturaja dan Stasi Tegal Arum, tempat lokasi kegiatan. Semua panitia adalah sukarelawan dengan latar belakang macam-macam. Jarak Palembang dengan lokasi kegiatan sekitar 5 jam perjalanan darat, suatu yang membuat jalur komunikasi dan koordinasi agak sulit.

Kegiatan ini termasuk besar karena masuk dalam siklus 4 tahunan kegiatan Keuskupan Agung Palembang, melibatkan lebih dari 700 peserta dengan lebih dari 100 panitia. Dana yang diperjuangkan juga besar, mencapai puluhan juta. Tiap panitia, segala bidang bekerja keras. Bidang I rapat secara marathon untuk menentukan dan mematangkan acara dan materi, termasuk siapa yang akan mengisinya. Bidang II tak kalah sibuk dengan segala proposal dan penggalian dana dan sponsorship. Bidang III secara prinsip menyiapkan lokasi, tempat menginap, tempat mandi, dan teknis masak memasak, bagi mereka, sudah beberapa kali umat di tegal arum mengalami TAKM. Satu hal yang masih ditunggu teman-teman dari bidang III adalah apa yang perlu dipersiapkan sesuai konsep acara? Mereka tak ingin persiapan teknis pendukung acara dilakukan secara mendadak karena lokasi yang di desa cukup menyulitkan jika perlu barang-barang yang aneh-aneh, perlu didatangkan dari kota.

Pada suatu pertemuan rapat pleno di rumah retreat Giri Nugraha selama 2 hari di Palembang, semua bidang hadir. Bidang I memaparkan konsep acara yang baru 30% tercapai, tentu saja belum detail sampai apa saja yang perlu dipersiapkan. Celakanya, Bidang III ingin secepatnya mendapat keterangan apa saja yang diperlukan dan perlu dipersiapkan oleh mereka. Suasana memanas, Atnasus sebagai ketua umum mencoba memandang dari tempat yang lebih tinggi. Dia tahu persis bahwa bidang I sudah marathon hampir tiap setengah  minggu membahas materi kegiatan, apalagi tidak semua anggota bidang selevel pemikiran, ada dosen, karyawan, guru, mahasiswa, pelajar SMA,juga wiraswastawan. Kadang untuk memutuskan satu sesi acara selama 2 jam saja, diperlukan pembicaraan dan perdebatan selama 2 kali rapat. Bahwa ada pihak lain yang tidak mengikuti proses, yang menganggap perkemabangan bidang I lambat, bisa dipahami juga. Atnasus juga tahu, Bidang III perlu data rinci apa saja yang perlu dipersiapkan, tidak sekedar materinya ini itu.

Makin malam suasana makin panas, tuntutan untuk segera merencanakan dan mendetailkan segala perlengkapan belum dapat terpenuhi semua. Bumbu-bumbu emosional bermunculan dari kedua belah bidang, sementara bidang II yang ngurus pendanaan tidak kalah pening mengatur strategi penggalian dana. Nada-nada tinggi mulai bermunculan setelah sekitar 4 jam pertemuan pleno, sampai akhirnya lewat tengah malam, pertemuan ditunda dilanjutkan esok hari.

Seusai misa, segenap panitia sarapan bersama, lalu dilanjutkan rapat kembali. Suasana sudah agak mencair dan akhirnya rapat dapat mengambil keputusan terbaik untuk saat itu. Semua sadar, untuk tujuan bersama, tidak diperlukan lagi egoisme kelompok. Semua makin memahami kebutuhan dan proses masing-masing bidang dalam mempersiapkan TAKM 2004. 

Bercermin dalam peristiwa itu, ketika member pembekalan bagi para panitia kegiatan-kegiatan kaum muda, Atnasus sering menceritakan pelajaran dari hal tersebut. Ketika semua pihak/ panitia merasa sudah bekerja keras, namun masih merasa “terhambat” atau tergantung pihak/ seksi lain, bisa jadi egoisme muncul dalam bentuk menyalahkan pihak lain. Ketika hanya menggunakan standar bidang masing-masing-masing tanpa mau memandang yang lain, pertemuan lebih banyak menghasilkan kecaman daripada sinergi.

Selain kecakapan teknis dalam mengorganisir acara, bagi pendamping kaum muda ternyata diperlukan juga kerendahan hati dan kemampuan empati pada orang lain. Lucu, jika dalam mempersiapkan acara yang dimaksudkan membina orang muda, penyelenggaranya malah bertengkar dalam persiapannya, sontoloyo itu…. Lebih lucu lagi jika dalam menyiapkan sesuatu yang berskala “akbar” Kita tidak menyiapkan sistem dan jalur koordinasi yang efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar