Debat Mempertanggungjawabkan Iman Katolik
Asyik lho.
Oh
gitu ya, sistemnya?
Sudah berusaha keras aku memahami apa maksud kalian itu, Nas. Kini apa
sih kriteria penialain dalam gladi debat itu?
Kriteria Penilaiannya
simpel, Lai.
No.
|
Aspek yang dinilai
|
Persentase/ bobot
nilai
|
1.
|
Kemampuan menyajikan
argumen sekaligus menanggapi argumen lawan dengan data/rujukan/referensi yang
relevan dan valid
|
50%
|
2.
|
Teknik berbicara dan
pemeratan kesempatan berdebat/berbicara pada semua anggota tim
|
25%
|
3.
|
Manajemen
pemanfaatan waktu sesuai kesempatan yang disediakan
|
25%
|
Ada aturan mainnya?
Sip sip. Trus, gimana kalian memberitahu peserta akan waktu yang sudah
tergunakan untuk berbicara?
Kami pake LCD proyektor yang menayangkan detik demi detik waktu
yang dialokasikan pada tiap tim untuk berbicara. Kalo waktu tinggal 1 menit
lagi otomatis alarm di laptop akan berbunyi, juga jika waktu tinggal 10 detik,
akan ada hitungan mundur sampai waktu selesai.
Papan skema Debat Iman menjelang babak Semifinal
|
Ooo... oke-oke, nah, kalo ada peserta yang misalnya nggak memanfaatkan
waktu 120 untuk ngomong gimana itu, apa bisa ditambahkan ke sesi berikutnya?
Kalo itu yang terjadi, ya hangus. Misalnya dia hanya ngomong
selama 44 detik dari waktu yang disediakan 120 detik, sisanya ya hangus. Trus,
boleh juga lho, dalam 120 detik itu peserta dari 1 tim gantian ngomong. Kini kuteruskan tentang penilaiannya ya.
Sip-sip sudah paham
aku tentang teknisnya, kini yang juga penting itu soal debatnya seperti apa
sih. Suwer aku penasaran nih. Mendengar aturannya yang njelimet, pasti soalnya
seru nih.
Hmmmm... dikasih tahu nggak ya?
Eh... malah
ngeledek, ayo cepetan sebutkan saja gimana kalian bikin soal yang berpotensi
didebatkan itu.
Hahaha... penasaran ni yeee.... Tapi soalnya panjang tuh, gimana,
masih mau tau?
Ya iya lah, masa ya
iya dong. Sekalian deh, cerita gimana kalian memproses soal debat itu dari awal
sampai akhir didebatkan.
Okelah. Gini, Pertama-tama, kami sebagai panitia berdiskusi dengan
Komisi Liturgi, Katekese dan Kitab Suci Keuskupan Agung Palembang untuk
mendapat gambaran hal-hal apa saja yang berpotensi diperdebatkan, terkait
pertanggungjawaban iman Katolik. Nah, pada saat itu didapatlah sekitar 20 poin
calon soal debat. Dari 20-an persoalan itu, kami pilah lagi menjadi 10 yang
memang relevan dengan kondisi OMK Kapal.
Oke,
disaring lagi.
Setelah itu satu persatu calon soal dalam 3 hari sekali kami unggah ke Facebook
Komkep Keuskupan Agung Palembang.
Maksudnya apa dan
yang memberi respon ada?
Maksudnya untuk pengenalan saja, sekaligus
pemanasan. Kalo yang memberi respon ada dong, bahkan langsung terjadi
perdebatan di dunia maya antara yang pro dan kontra terhadap suatu
tindakan/pendapat dalam kasus tersebut.
Oke deh, lalu
setelah diposting di facebook gimana? Orang jadi tahu dong soalnya apa saja?
Kalo mereka tahu emang kenapa? Memang konsepnya supaya calon
peserta tahu lebih dahulu, Lai. Justru kalau mereka tahu, bisa memersiapkan
materi-materi debat dengan mantap tentunya.
Wah, jadi penasaran
nih seperti apa sih soalnya, minta dong
Nih, salah limanya bisa lihat di
4. Perayaan Natal, dan
5. EKM
Lalu malaikat asyik membaca
lampiran itu sementara Atnasus kembali menyeruput kopi dan makanan yang tadi
dengan ajaib telah disiapkan malaikat. Malam itu angin semilir sesekali
menghampiri teras rumah membuat dedaunan mengangguk-angguk teratur di dahannya.
Usai membaca lampiran Malaikat kembali meneror Atnasus dengan kepenasaranannya.
Wah, asyik sekali
tuh soal-soalnya.
Yang mbaca sekarang sih asyik, tapi untuk membuat seperti itu
perlu perjuangan, Lai.
Maksudnya gimana
itu?
Maksudnya, soal debat itu khan kita buat supaya pihak yang setuju
maupun yang tidak setuju sama-sama mempunyai argumen yang kuat, bukan malah
condong pada satu pihak saja. Misalnya soalnya gini “Orang yang datang
terlambat karena menolong orang kecelakaan, dan mulai mengikuti perayaan ekaristi
saat persiapan persembahan, bolehkah menyambut komuni?“ nah pihak pertama
“Boleh” dan pihak lawan “Tidak boleh” Kalo soalnya dan pilihannya begitu, tentu
pihak yang “Boleh” bisa dipastikan kalah, seberapa jago dia berdebat, mulai
dari bahasa Indonesia sampai bahasa tarzan; karena apa? Karena memang hukum
gereja menyebutkan “TIDAK BOLEH”.
Gitu maksudnya, Lai. Kita harus jeli membuat ilustrasi soal supaya
baik pihak yang pro maupun kontra punya peluang seimbang untuk memenangkan
perdebatan. Tinggal tergantung bagaimana mereka menyampaikan argumen-argumen
dengan dasar-dasar yang tepat dan relevan.
Ooooo paham
sekarang aku Nas. Nah, pertanyaan yang paling penting nih tentang debat. Begitu
debat selesai, bagaimana kalian memahamkan peserta dan penonton akan jawaban
benar dari pokok perdebatan itu? Jangan-jangan peserta masih berdebat walau
sesi lomba debat sudah usai.
Itu sudah kami pikirkan juga, Lai. Prinsip kami membuat berbagai
gladi rohani ini adalah mengedukasi OMK, baik sebagai peserta lomba maupun
penonton akan pengetahuan dan pemahaman iman katolik. Lepas dari pihak mana
yang memenangkan perdebatan, dewan juri akan menjelaskan pandangan Gereja
Katolik dalam konteks tiap perdebatan.
Wah, asik sekali
ide kalian itu. Jadi baik peserta debat maupun yang nonton akan mendapat
pencerahan terhadap kasus yang didebatkan tadi.
Benar sekali, Lai.
Nah, sekarang tinggal satu gladi rohani lagi yang belum
kamu jelaskan, apa itu?
Hmmm... dijelaskan nggak ya? He he he....
Ayolah, Nas, plis
deh.
-------- berlanjut ke edisi 12/17--------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar